SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Anggota Badan Pengkajian MPR RI menegaskan pentingnya menguatkan jati diri bangsa melalui aktualisasi nilai-nilai Empat Pilar Kebangsaan serta pemerataan kesempatan ekonomi agar Indonesia semakin dihormati di mata dunia.
Dalam Diskusi Konstitusi dan Demokrasi Indonesia bertema “Memperkuat Jati Diri Bangsa di Mata Dunia melalui Fungsi Kebangsaan MPR RI” di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (15/10/2025), sejumlah narasumber dari unsur MPR, DPD, dan akademisi menyampaikan pandangan senada bahwa karakter bangsa dan keadilan sosial adalah fondasi utama diplomasi Indonesia di era globalisasi.
Anggota Badan Pengkajian MPR RI dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo, menilai bahwa Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar doktrin politik, melainkan sistem nilai yang membentuk identitas bangsa.
“Empat Pilar ini adalah fondasi utama yang menjaga Indonesia tetap berdiri tegak sebagai bangsa besar di tengah keberagaman,” ujarnya.
Firman menekankan perlunya diplomasi publik berbasis nilai kebangsaan agar dunia memahami karakter Indonesia yang toleran, demokratis, dan berdaulat. Ia juga mendorong generasi muda dan pekerja migran dibekali pemahaman ideologi negara agar mampu menjadi “duta nilai-nilai Indonesia” di luar negeri.
“Banyak mahasiswa dan tenaga kerja di luar negeri belum memahami makna Pancasila. Padahal, itu yang menjadi keunggulan moral bangsa,” tambahnya.
Sementara itu, anggota Badan Pengkajian MPR RI sekaligus DPD RI, Fadel Muhammad, menyoroti pentingnya pemerataan kesempatan ekonomi di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, masalah utama bangsa bukan kurangnya sumber daya, tetapi ketimpangan akses terhadap peluang ekonomi.
“Struktur ekonomi kita seperti piramida. Hanya segelintir orang di puncak menikmati kekayaan besar, sementara mayoritas masih berjuang di bawah. Itu harus diubah menjadi belah ketupat dengan memperbanyak kelas menengah,” kata Fadel.
Fadel juga memuji langkah Presiden Prabowo yang menegur bank-bank negara agar pembiayaan tidak hanya dinikmati kelompok tertentu. Ia menilai keberanian politik untuk mendistribusikan kesempatan berusaha merupakan kunci menuju transformasi ekonomi yang adil dan berdaulat.
“Kemandirian bangsa lahir dari keberanian memberi kesempatan yang sama bagi seluruh rakyatnya,” tegasnya.
Dari kalangan akademisi, pengamat hubungan internasional Universitas Nasional (UNAS) Hendra Maujana Saragih mengingatkan agar Indonesia tidak kehilangan arah di tengah arus globalisasi. Ia mencontohkan tokoh-tokoh bangsa seperti Adam Malik, Muchtar Kusumaatmadja, dan Retno Marsudi sebagai figur yang telah mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional.
Namun, ia menyoroti lunturya kesadaran jati diri di kalangan muda.
“Banyak mahasiswa ingin jadi diplomat di Korea karena K-pop, atau di Rusia karena presidennya berwibawa. Artinya, orientasi mereka sudah menjauh dari akar bangsa sendiri,” ujar Hendra.
Menurutnya, jati diri bangsa adalah kekuatan kolektif yang berakar pada nilai-nilai Pancasila, sejarah perjuangan, dan kekayaan budaya. Tanpa itu, Indonesia akan mudah tergilas oleh arus globalisasi.
Para pembicara sepakat bahwa jati diri bangsa dan pemerataan ekonomi adalah dua pilar penting agar Indonesia disegani dunia. Dengan menghidupkan nilai-nilai Empat Pilar, memperkuat diplomasi publik, dan menegakkan keadilan sosial, Indonesia diyakini mampu tampil sebagai bangsa besar yang bermartabat dan berdaulat di panggung global.
(Anton)