SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Anggota Timwas Haji DPR RI, Luluk Nur Hamidah, menekankan urgensi reformasi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk “Menakar Urgensi Pembentukan Pansus Haji 2024” yang diadakan di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/24), Luluk menyampaikan pandangannya bahwa pendekatan yang progresif dan revolusioner diperlukan untuk mengatasi masalah yang kerap dihadapi oleh jemaah haji setiap tahun.
“Kalau dalam bahasa Pak Muhaimin itu butuh revolusi, saya kemarin tambahin selain revolusi memang harus progresif,” kata Luluk. Ia menekankan bahwa perubahan mendasar dan langkah-langkah progresif sangat diperlukan agar masalah-masalah tersebut tidak terus berulang.
Luluk juga mengungkapkan bahwa Timwas Haji DPR RI telah melakukan pengawasan langsung di Arab Saudi, baik di Madinah maupun di Mekkah, untuk memastikan bahwa pemerintah memenuhi tugas dan kewajibannya dalam penyelenggaraan ibadah haji. “Kita kemarin memang berangkat ke Saudi Arabia ke Madinah dan juga di Mekkah untuk melakukan pengawasan. Ini salah satu tugas konstitusional yang dilakukan oleh DPR untuk memastikan bahwa pemerintah benar-benar melaksanakan tugas dan kewajibannya,” terangnya.
Selain itu, Luluk menyoroti pentingnya memperhatikan aspek sosiologis dan antropologis dalam penyelenggaraan haji, terutama terkait dengan kebutuhan makanan yang sesuai dengan selera jemaah Indonesia. Ia menyatakan kekhawatirannya mengenai penggunaan bahan baku makanan yang diimpor dari luar negeri, seperti Thailand, yang mengabaikan potensi lokal Indonesia.
Dalam diskusi tersebut, Luluk juga mengkritisi masalah pemondokan yang dianggap belum memadai, terutama saat ada tambahan kuota jemaah. “Tempat tidur yang sempit, kurang dari satu meter, dan kondisi yang tidak nyaman bagi jemaah wanita dan lansia adalah hal yang harus diperbaiki,” ungkapnya.
Luluk menegaskan bahwa reformasi penyelenggaraan haji harus mengedepankan asas keadilan dan keberpihakan kepada jemaah. “Penyelenggaraan ibadah haji ini harus benar-benar kita tempatkan sebagai high priority karena 241 ribu jemaah haji itu tidak gratis, mereka membayar dengan cukup mahal dan mengantri sangat panjang,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Luluk berharap bahwa diskusi ini akan membawa harapan baru untuk upaya mereformasi penyelenggaraan ibadah haji di masa depan. “Mudah-mudahan diskusi ini juga akan membawa harapan baru untuk upaya mereformasi penyelenggaraan ibadah haji kita,” pungkasnya.
Dengan adanya diskusi ini, diharapkan langkah-langkah konkret dapat segera diambil untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia, demi kenyamanan dan kepuasan para jemaah haji.
(Anton)