SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Komisi VI DPR RI kembali menunjukkan taringnya dalam rapat bersama Kementerian BUMN. Dengan agenda serius — membahas Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2024 serta Rencana Kerja dan Anggaran 2026 — rapat ini tak hanya jadi ajang angka-angka, tapi juga tempat menyampaikan suara rakyat yang (selalu) nyangkut di telinga para wakilnya.
Anggota Komisi VI DPR RI Kawendra Lukistian tampil vokal. Ia menyoroti peran strategis **Danantara**, entitas baru yang digadang-gadang bakal menjadi ‘mesin operasional’ BUMN era Presiden Prabowo.
“Dengan adanya Danantara, harusnya energi baru ini bisa jadi legasi terbaik Pak Erick Thohir. Kementerian BUMN fokus saja jadi wasit yang tegas tapi adil, jangan ikut ngegiring bola,” ujar Kawendra sambil menegaskan pentingnya pengawasan yang optimal, Selasa (8/7/2025).
Kehadiran Wakil Menteri BUMN **Dony Oskaria**, yang juga menjabat sebagai COO Danantara Indonesia, membuat suasana rapat makin strategis. Kawendra pun tak ragu menyentil persoalan-persoalan klasik yang masih mendera BUMN: vendor belum dibayar, lembur karyawan yang ngendon berbulan-bulan, hingga pensiunan yang menanti hak mereka dengan sabar—dan mungkin sedikit baper.
“Kalau bicara pensiunan, ini bukan duit gratis. Mereka dulu kerja, gaji mereka dipotong tiap bulan. Masa pas tua malah dihantui tunggakan?” ucap Kawendra, menyentuh sisi kemanusiaan dalam belantara laporan keuangan.
Ia pun menekankan pentingnya kolaborasi antar lembaga. Tanpa itu, katanya, semua akan jalan sendiri-sendiri—alias model *silo-silo*, yang menurutnya hanya bikin pusing dan makin jauh dari kata “solutif”.
“Kata Pak Dony juga, kalau masih silo-silo, enggak akan bisa bantu. Tapi kalau semua sudah di bawah Danantara, ya ayo bantu selesaikan! Jangan cuma ganti nama, tapi hutangnya masih sama,” celetuknya setengah serius, setengah satire.
Kawendra juga menegaskan bahwa **Komisi VI adalah garda depan urusan BUMN**. Bahkan ketika urusannya sampai ke Mahkamah Konstitusi pun, Komisi VI tetap ‘pasang badan’.
“Kalau urusan BUMN dan Danantara, yang paling pasang badan itu ya kami, Komisi VI. Bukan yang lain. Jadi kalau rakyat nuntut, kami juga yang ditanyain. Ya wajar kalau kami cerewet,” ucapnya dengan gaya khas legislator yang galak tapi sayang.
Menutup pernyataannya, Kawendra berharap 2026 bisa menjadi titik loncatan BUMN menuju versi 4.0 — bukan hanya dalam logo atau jargon, tapi nyata berdampak ke rakyat.
“BUMN jangan cuma keren di branding. Harus jadi entitas yang modern, transparan, dan beneran berpihak ke rakyat. Supaya nanti waktu Presiden pamit, bisa bilang: ‘Saya tinggalkan BUMN dalam keadaan sehat walafiat’,” pungkas Kawendra dengan senyum.
(Anton)




















































