SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Komisi II DPR RI mengagendakan evaluasi mendalam terhadap sistem kepemiluan Indonesia, yang akan dimulai pekan depan. Evaluasi ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk penyelenggara pemilu, pemerintah, partai politik, akademisi, dan masyarakat sipil, untuk mengumpulkan masukan serta rekomendasi yang dapat meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
“Kami akan mengundang penyelenggara pemilu dan pemerintah, serta mendengarkan evaluasi dari partai politik, akademisi, dan masyarakat sipil. Evaluasi ini bertujuan untuk memperbaiki sistem kepemiluan kita,” kata Ketua Komisi II, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, setelah menghadiri acara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jakarta, Kamis (30/1).
Presidential Threshold: Fokus Utama dalam Evaluasi
Salah satu isu yang kemungkinan akan dibahas adalah mengenai ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Rifqinizamy menyebutkan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus presidential threshold membuka peluang untuk membahas kembali sistem ini dalam konteks Pemilu 2024. Komisi II DPR RI berencana mendengarkan masukan terkait apakah penghapusan presidential threshold akan membawa perubahan yang positif bagi demokrasi.
“Salah satu topik yang akan kami bahas adalah presidential threshold, yang sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi. Kami berharap masukan dari berbagai pihak bisa menjadi dasar rekomendasi ke depan,” ujar Rifqinizamy.
Evaluasi Sistem Kepemiluan untuk Perbaikan Demokrasi
Rapat-rapat Komisi II sejak dimulainya sidang kembali pada 21 Januari 2025 juga fokus pada beberapa isu penting lainnya, seperti pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 dan kasus pemagaran laut yang terjadi di berbagai daerah. Evaluasi terhadap sistem kepemiluan merupakan bagian dari upaya memperkuat demokrasi yang lebih transparan dan adil di Indonesia.
Peluncuran IKEPP dan Pembinaan Etik Penyelenggara Pemilu
Rifqinizamy juga mengapresiasi peluncuran Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu (IKEPP) oleh DKPP. IKEPP ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, mematuhi etika dalam menjalankan tugas mereka. Rifqinizamy menekankan bahwa peluncuran IKEPP tidak hanya bertujuan untuk memberi penilaian terhadap kinerja penyelenggara, tetapi juga sebagai sarana pembinaan etik untuk memastikan integritas dalam proses pemilu.
“DKPP tidak hanya menghukum mereka yang melanggar etik, tetapi juga melakukan pembinaan etik kepada penyelenggara pemilu. IKEPP yang diluncurkan hari ini berbicara tentang hal itu,” jelas Rifqinizamy dalam sambutannya.
Pentingnya Menjaga Prinsip Negara Hukum dalam Demokrasi
Rifqinizamy juga menekankan pentingnya prinsip nomokrasi atau negara hukum dalam sistem demokrasi Indonesia. Menurutnya, meskipun demokrasi memberikan hak kepada setiap warga negara untuk memilih dan dipilih, pemilu harus dilaksanakan dengan mengedepankan asas negara hukum, bukan sekadar sebagai ajang demokrasi tanpa aturan yang jelas.
“Demokrasi yang kita pilih adalah bagian dari negara hukum. Pemilu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dan untuk memastikan kualitasnya, kita tidak hanya berpegang pada demokrasi, tetapi juga pada asas negara hukum,” ujar Rifqinizamy.
Tantangan dalam Menjadi Penyelenggara Pemilu
Rifqinizamy juga memberikan apresiasi kepada para penyelenggara pemilu, mengingat pekerjaan mereka tidaklah mudah. Menurutnya, penyelenggara pemilu harus bekerja dengan sangat hati-hati agar tetap berada dalam jalur etik dan hukum, meskipun sering kali harus berhadapan dengan tekanan politik.
“Menjadi penyelenggara pemilu bukan hal yang mudah. Mereka harus bekerja sesuai aturan meskipun sering berhadapan dengan politik yang penuh lobi dan tawar-menawar. Saya sangat menghargai upaya DKPP dalam menjaga etika di tengah tantangan ini,” pungkas Rifqinizamy.
Dengan evaluasi yang akan dilakukan, diharapkan sistem kepemiluan Indonesia bisa semakin transparan, adil, dan responsif terhadap perkembangan politik dan kebutuhan masyarakat.
(Anton)