SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Ketahanan energi bukan sekadar jargon di pidato peringatan Hari Kemerdekaan. Di lapangan, itu berarti ribuan agen BBM dan LPG berjibaku setiap hari memastikan masyarakat bisa menyalakan kompor dan menyalakan mesin kendaraan tanpa hambatan. Karena itu, Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi PKS, Haji Jalal Abdul Nasir, membuka ruang dialog bersama para pelaku sektor energi di Senayan.
Bertempat di Ruang Rapat Pleno Fraksi PKS, Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Haji Jalal menerima kunjungan dari Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) DPD Yogyakarta, Pertamina Patra Niaga, serta perwakilan dari Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), Kementerian ESDM.
Audiensi ini berlangsung hangat namun padat agenda. Tujuannya jelas: menyampaikan kondisi riil distribusi energi di daerah, khususnya wilayah DIY dan sekitarnya, serta mengusulkan berbagai solusi agar sistem distribusi BBM dan LPG bisa lebih efisien, adil, dan berpihak pada rakyat.
Isu-isu Krusial yang Diangkat
Dalam pertemuan tersebut, ada beberapa isu strategis yang diangkat oleh Hiswana Migas Yogyakarta:
1. Distribusi LPG Subsidi Masih Sering Tersendat
Para pelaku usaha menyoroti ketidaksesuaian antara pasokan dan kebutuhan di lapangan, serta tumpang tindih data konsumen subsidi. Akibatnya, distribusi LPG 3 kg sering tidak tepat sasaran, dan agen atau pangkalan kesulitan menjelaskan ke masyarakat ketika pasokan seret.
“Kami di lapangan menghadapi masyarakat yang marah karena kelangkaan, padahal distribusi tersendat bukan karena kami, tapi karena regulasi dan kuota yang tidak sinkron,” ungkap perwakilan Hiswana.
2. Kapasitas SPBE yang Perlu Ditingkatkan
Stasiun Pengisian Bulk Elpiji (SPBE) di Yogyakarta dinilai belum optimal, baik dari segi jumlah maupun fasilitas. Kapasitas produksi terbatas, sementara permintaan terus meningkat. Ada usulan untuk penambahan atau perluasan SPBE agar distribusi tidak terkendala bottleneck.
3. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Adil
Pelaku usaha meminta agar regulasi lebih ramah terhadap agen dan subpenyalur kecil. Ketimpangan margin usaha, kebijakan inspeksi yang kadang tidak konsisten, dan tekanan administratif menjadi beban tambahan di tengah tekanan operasional dan sosial.
“Kami berharap ada perlindungan yang adil. Jangan sampai usaha distribusi energi justru bangkrut gara-gara aturan yang tak memberi ruang gerak,” ujar mereka.
Haji Jalal: Energi Harus Dikelola dengan Hati, Bukan Sekadar Data
Menanggapi berbagai masukan tersebut, Haji Jalal menyambut positif inisiatif dialog ini. Ia mengakui bahwa aspirasi para pelaku usaha harus jadi bahan pertimbangan utama dalam menyusun kebijakan energi ke depan.
“Ini bukan cuma soal distribusi gas dan bensin. Ini soal keadilan energi. Negara wajib hadir tidak hanya dalam bentuk regulasi, tapi juga dalam bentuk perlindungan dan kolaborasi nyata,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara pelaku usaha, BUMN seperti Pertamina Patra Niaga, serta regulator utama, yakni Ditjen Migas.
“InsyaAllah, kami di DPR, khususnya Komisi VII dan XII, akan terus mengawal agar kebijakan migas tidak mengorbankan yang justru menjadi ujung tombak di daerah,” tambahnya.
Kolaborasi Jadi Kunci, Bukan Sekadar Komando
Dalam dialog tersebut, juga muncul gagasan untuk membangun sistem pelaporan dan komunikasi dua arah yang lebih cepat antara pusat dan daerah, agar masalah distribusi bisa segera direspons tanpa harus menunggu krisis.
Perwakilan Pertamina Patra Niaga menggarisbawahi pentingnya memperkuat data dan sistem distribusi digital, serta evaluasi reguler terhadap distribusi LPG subsidi. Sementara pihak Dirjen Migas menegaskan komitmen untuk melakukan perbaikan melalui pendekatan berbasis wilayah.
Energi untuk Rakyat, Bukan Sekadar Angka Statistik
Audiensi ini jadi pengingat bahwa urusan energi tak boleh hanya dilihat sebagai grafik dan spreadsheet dalam rapat. Di balik setiap tabung gas dan liter bensin, ada masyarakat yang bergantung padanya, dan pelaku usaha yang menggerakkan roda distribusi dengan segala risikonya.
“Ketahanan energi tidak bisa dibangun sendiri. Butuh kepercayaan, kolaborasi, dan komitmen nyata dari semua pihak,” tutup Haji Jalal.
Senayan memang jauh dari SPBE dan pangkalan LPG, tapi suara dari lapangan kini mulai menggema lewat ruang-ruang rapat parlemen — semoga bukan cuma untuk hari ini saja.
(Anton)