SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia, termasuk pembangkit listrik tenaga nuklir, menjadi salah satu fokus utama di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini dilakukan untuk mewujudkan target swasembada energi dan mendukung transisi menuju Net Zero Emission pada 2060.
Berikut adalah gambaran kebijakan dan pengembangan EBT, termasuk energi nuklir, di era Prabowo:
1. Dukungan Legislasi dan Kebijakan
DPR RI, melalui Komisi XII, telah menunjukkan komitmen mendukung agenda ini dengan berbagai langkah strategis:
– Pengesahan UU EBT di 2025: Undang-Undang ini diharapkan menjadi payung hukum utama untuk pengembangan energi terbarukan, termasuk tenaga nuklir.
– Revisi UU Ketenagalistrikan dan UU Migas: Perubahan regulasi ini bertujuan mempercepat adopsi teknologi EBT dan mengintegrasikan sumber energi baru dalam sistem kelistrikan nasional.
– RPP Kebijakan Energi Nasional (KEN): Menyelesaikan pembahasan RPP ini sebagai panduan pemerintah dalam pengelolaan energi nasional.
“DPR RI mendukung penuh pengembangan energi terbarukan, termasuk adopsi teknologi listrik nuklir. Kami memastikan regulasi mendukung langkah ini,” ujar Eddy Soeparno, anggota Komisi XII DPR RI.
2. Pembangunan Pembangkit Nuklir sebagai Alternatif Baru
Dalam RUU EBT yang sedang dibahas, energi nuklir telah dimasukkan sebagai salah satu opsi energi alternatif. Langkah ini bertujuan:
– Menjamin pasokan energi bersih: Energi nuklir dikenal sebagai salah satu sumber energi yang bebas emisi karbon, sejalan dengan target Net Zero Emission 2060.
– Meningkatkan efisiensi energi: Dengan kapasitas besar dan biaya operasi jangka panjang yang lebih rendah dibandingkan beberapa EBT lainnya, energi nuklir dapat mendukung kebutuhan listrik Indonesia.
Pemerintah juga sedang memetakan lokasi strategis untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), dengan mempertimbangkan faktor keamanan, teknologi, dan dukungan masyarakat.
3. Percepatan Transisi Energi dan SDM Lokal
Salah satu tantangan besar dalam pengembangan EBT, termasuk nuklir, adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten. Oleh karena itu, DPR RI mendorong:
– Penguatan pelatihan teknologi EBT: Program pelatihan dan pengembangan skill SDM lokal untuk menguasai teknologi energi terbarukan.
– Kerjasama dengan mitra internasional: Transfer teknologi dari negara-negara maju yang telah sukses mengelola PLTN, seperti Prancis, Jepang, dan Korea Selatan.
4. Target dan Implementasi Era Prabowo
Pemerintahan Prabowo menargetkan:
– Peningkatan porsi EBT hingga 23% di 2025: Melalui pemanfaatan tenaga surya, angin, bioenergi, dan nuklir.
– Dimulainya pembangunan PLTN: Target awal pengoperasian PLTN skala kecil (modular reactor) pada akhir dekade ini, dengan fokus pada kawasan yang membutuhkan pasokan listrik besar seperti Jawa atau Kalimantan.
“Transisi energi tidak hanya soal teknologi, tetapi juga memastikan rakyat mendapat manfaat langsung dari energi bersih ini,” tegas Eddy Soeparno.
Tantangan dan Peluang
- Tantangan: Tingginya biaya awal pembangunan PLTN, resistensi masyarakat terkait isu keselamatan, dan kebutuhan regulasi yang matang.
- Peluang: Sumber daya uranium Indonesia, stabilitas biaya listrik jangka panjang, serta komitmen global terhadap energi bersih memberikan momentum untuk pengembangan nuklir.
Kesimpulan
Di era Prabowo, pengembangan EBT, termasuk tenaga nuklir, menjadi langkah penting untuk mewujudkan ketahanan energi dan komitmen terhadap lingkungan. Dengan dukungan regulasi DPR RI dan kerjasama lintas sektor, Indonesia berpeluang menjadi pemimpin dalam transisi energi bersih di kawasan Asia Tenggara.
(Anton)