SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Derap langkah tak henti menyentuh setiap sudut gedung kawasan parlemen sejak dini hari. Kesibukan itu berasal dari para petugas, jurnalis dan pasukan pengamanan untuk Sidang Tahunan dan Sidang Bersama, Jumat (16/8/2024). Semua dipersiapkan sempurna demi sidang terakhir untuk masa jabatan DPR RI periode 2019-2024 sekaligus akhir dari Pemerintahan Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin.
Beberapa jam jelang sidang dimulai, marching band yang dibawakan oleh Universitas Pertahanan di selasar Gedung Nusantara III mengetuk telinga para tamu undangan sebanyak 1.220 orang dan jajaran pendampingnya. Para jurnalis TV berjejer di Lobi Nusantara II turut menyapa sambil menyorot kamera sambil menyampaikan kepada publik, bahwa ini adalah momentum akhir dari periode dengan segala catatan evaluasinya.
Sejumlah anggota dewan yang hadir pun ditodong untuk memberikan pernyataan. Satu di antaranya Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya. Di podium di atas panggung yang memisahkan dua Gedung Nusantara, Willy menyampaikan bahwa rakyat Indonesia perlu menerapkan potongan nasihat pepatah Jawa untuk menutup periode lama dan menyambut periode baru.
‘Mikul Dhuwur Mendhem Jero’, ia sebutkan. Sebuah potongan pepatah Jawa yang mengandung nilai filosofis bahwa tingkah laku dan perbuatan anak diharapkan mampu menjunjung tinggi nama baik orang tua serta mengangkat harkat martabat dari derajat orang tua. Maka dari itu, setiap manusia harus selalu menjalankan tugas dengan baik serta menjadi teladan dengan mengaktualisasikan budi pekerti luhur.
Tak lama, iringan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang didampingi oleh Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti, Ketua BPK Isma Yatun, Ketua MK Suhartoyo, Ketua MA Syarifuddin, dan Ketua KY Amzulian Rifai menandai rangkaian agenda dimulai.
Lagu kebangsaan Hening Cipta yang dilantunkan Orchestra Symphoni Praditya Wiratama Universitas Pertahanan membuka sidang. Masing-masing pimpinan eksekutif maupun pimpinan legislatif memberikan pidato. Ketua DPR RI Puan Maharani, mengenakan kebaya kutu baru berwarna kuning keemasan, menekankan perjuangan politik seharusnya diikuti dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara yang tidak berisikan kepentingan diri sendiri dan kelompok.
Ia juga menekankan hakikat demokrasi adalah memberi jalan kekuasaan untuk mendapatkan legitimasi. Maka dari itu, sebutnya, kekuasaan digunakan untuk mengatur bangsa dan negara untuk membuat rakyat hidup sejahtera sesuai harkat martabatnya.
“Hikmat kebijaksanaan adalah suatu kesadaran akan pentingnya nilai-nilai dalam berbangsa dan bernegara. Kita mendirikan negara, satu buat semua, semua buat satu. All for one, One for All,” tegas Cucu Proklamator itu.
Di sisi lain, Puan menyatakan demokrasi juga memberikan ruang kepada rakyat untuk memperoleh kontrol sosial, baik melalui media massa, media elektronik, media sosial, kerja-kerja LSM, pemikiran-pemikiran akademisi, kerja-kerja ormas, dan lain sebagainya. Di mana, bertujuan agar kekuasaan yang berasal dari rakyat digunakan sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat.
Dirinya memahami untuk mewujudkan demokrasi yang sejati bukanlah jalan yang mudah, karena itu jalan yang sulit dilalui. “Mungkin saja kita terhenti sejenak, tetapi kita tidak boleh mundur, karena tujuan kita mulia, tujuan sejak negara ini didirikan yaitu Indonesia untuk semua, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” tandasnya.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Joko Widodo, mengenakan pakaian adat betawi, memaparkan sejumlah target-target kerja yang telah dicapai selama masa pemerintahannya. Satu di antaranya adalah upaya pemerataan pembangunan dari Sabang hingga Merauke.
“Ini adalah pembangunan yang kita cita-citakan bersama. Pembangunan yang menyentuh semua lapisan masyarakat. Pembangunan yang memberi dampak bagi masyarakat luas. Pembangunan yang membuka peluang untuk tumbuh bersama,” tutur Jokowi, sapaan akrabnya.
Menutup pernyataannya, Jokowi mengungkapkan permohonan maaf kepada rakyat Indonesia atas ketidaksempurnaannya sebagai pemimpin bangsa Indonesia. Sebab itu, dirinya menyatakan akan menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk melanjutkan harapan dan cita-cita rakyat Indonesia.
“Saya tahu bahwa hasil yang kita capai pada saat ini belum sepenuhnya tuntas mencapai hasil akhir, belum sepenuhnya sesuai dengan harapan dan keinginan Bapak (dan) Ibu semua. Namun, saya yakin dan percaya dengan persatuan dan kerja sama kita, dengan keberlanjutan yang terjaga, Indonesia sebagai negara yang kuat dan berdaulat akan mampu melompat dan menggapai cita-cita Indonesia Emas 2045,” tandasnya.
Usai para pemimpin berbicara, lagu Bungong Jeumpa dari Nanggroe Aceh Darussalam dan lagu Sajojo dari Tanah Papua mengalun menghibur para tamu undangan dengan ciri khas cengkok nada lagu daerah tersebut. Tentu ini juga menjadi tanda bahwa satu persatu agenda selalu dan bersiap menunggu arahan.
Puan Maharani sebagai pemimpin sidang mengingatkan politik harus menghadirkan demokrasi yang berkualitas. Sebab itu, ia mengingatkan, menang dan kalah di pemilu adalah hal yang biasa.
“Semua hal menjadi indah untuk dikenang, sementara bagi yang belum berhasil, merasa serba sulit bahkan ada yang sulit bangkit kembali. Menang kalah selalu ada dalam pemilu. Kita dituntut untuk memiliki etika politik siap kalah dan siap menang, siap bertanding, siap juga untuk bersanding,” tandasnya. (EKA)