SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh bukan merupakan kerugian, melainkan investasi sosial. Namun, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat sekaligus Anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, menilai pernyataan itu tidak menjawab persoalan utama: siapa yang akan menanggung kerugian yang kini dialami Whoosh.
“Itu fine menurut saya. Artinya, alasan apa pun untuk terwujudnya proyek ini sudah lewat. Tapi kondisi hari ini adalah rugi. Nah, rugi ini siapa yang akan menalangi?” ujar Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/10/2025).
Herman mengatakan, dirinya tidak mempermasalahkan pernyataan Jokowi yang menilai proyek tersebut sebagai investasi jangka panjang bagi masyarakat. Namun, menurutnya, pemerintah perlu segera menentukan langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan keuangan proyek yang kini terbebani utang dan rendahnya tingkat okupansi penumpang.
“Dengan situasi kerugian saat ini tentu harus ada jalan keluar. Kalau kerugian sebesar ini dibiarkan, ya sampai kapan pun akan rugi karena okupansinya tidak mencukupi untuk menutup bunga maupun pokok utang,” tegasnya.
Herman menyebut ada dua opsi yang bisa ditempuh pemerintah. Pertama, menjadikan Whoosh sebagai aset negara agar bisa mendapatkan pembiayaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kedua, mengembalikannya ke BPI Danantara untuk mencari solusi bisnis yang memungkinkan proyek tersebut kembali produktif.
Namun, menurutnya, kedua opsi itu masih menemui kendala. Sebab, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menyatakan tidak ingin menggunakan APBN untuk menalangi utang Whoosh.
“Tapi kalau kemudian ini adalah proyek strategis nasional dan dianggap investasi sosial, maka kerugian ditanggung negara melalui APBN. Fine, nggak ada masalah. Masalahnya sekarang, ketika Pak Purbaya mengatakan APBN tidak lagi ingin membiayai itu, ya kepada siapa?” kata Herman.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan jajaran menteri ekonomi dan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara untuk mencari skema pembayaran utang proyek kereta cepat tersebut. Instruksi itu disampaikan kepada Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam rapat di Istana Negara pada Rabu (29/10/2025).
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa pemerintah kini sedang menghitung ulang detail kewajiban utang proyek Whoosh sebelum menentukan langkah lebih lanjut.
“Pak Airlangga, Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, kemudian CEO Danantara diminta untuk menghitung lagi detailnya,” ujar Prasetyo.
Menutup pernyataannya, Herman menegaskan bahwa apa pun keputusan pemerintah nantinya, harus ada kepastian tanggung jawab atas kerugian agar proyek Whoosh tidak terus menjadi beban keuangan negara.
“Pada akhirnya, hari ini menurut saya, kita serahkan kepada pemerintah bagaimana menyikapi kondisi seperti ini,” tandasnya.
(Anton)




















































