SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Komisi XI DPR RI telah memutuskan memilih Nyoman Adhi Suryadnyana menjadi anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Nyoman terpilih usai Komisi keuangan tersebut menyeleseikan fit and proper test atau uji kelayakan calon anggota BPK.
Terpilihnya Nyoman itu berdasarkan voting seluruh anggota Komisi XI yang berjumlah 56 orang. Nyoman mendapat hasil terbanyak dengan 44 suara.
“Dari hasil voting Dadang Wihana mendapat 12 suara, Nyoman 44 suara. Total 56 suara. Dengan begitu, anggota yang terpilih yakni Nyoman Adhi,” kata Ketua Komisi XI Dito Ganinduto, dalam rapat, Kamis (9/9/2021) malam.
Voting dilakukan di ruang rapat Komisi XI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/9/2021) malam. Rapat pengambilan pengambilan keputusan calon anggota BPK RI oleh Komisi XI DPR RI itu juga disiarkan secara live streaming melalui akun Youtube Komisi XI DPR RI Channel. Rapat itu disiarkan langsung dari ruang sidang Komisi XI Gedung DPR RI, Jak
Nama Nyoman sebelumnya menjadi sorotan publik, dan tidak diloloskan oleh DPD RI. Nyoman dinilai melanggar UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Namun, DPR tetap meloloskan Nyoman, bahkan memilihnya sebagai Anggota BPK.
Uji kelayakan dan calon anggota BPK selama dua hari, dimulai sejak 8 September dan berakhir pada Kamis (9/9) malam. Sebanyak 15 calon anggota mengikuti uji kelayakan calon anggota BPK untuk masa jabatan periode 2021-2026.
Nyoman Adhi Suryadnyana merupakan kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea-Cukai Manado (kepala satker eselon III), yang juga merupakan pengelola keuangan negara (Kuasa Pengguna Anggaran/KPA) pada periode 2 Oktober 2017 hingga 20 Desember 2019 lalu.
Nyoman menjadi salah satu alasan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menggugat Ketua DPR RI, Puan Maharani atas penetapan 16 calon anggota BPK lantaran pencalonannya itu dianggap melanggar UU Nomor 15 tahun 2006.
Namun, anggota Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro mengapresiasi presentasi yang disampaikan calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nyoman Adhi Suryadnyana dalam fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan.
Ia berharap, reformasi di BPK dapat terjadi sebagaimana yang disampaikan Nyoman saat uji kelayakan. Sehingga, hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK jadi berkualitas, tidak hanya monoton seperti tahun sebelumnya.
“Dengan kehadiran bapak (Nyoman) ini mungkin salah satu opsi yang saya tawarkan dari awal mengenai digitalisasi sistem pemeriksaan, sehingga objek terperiksa dengan pemeriksa tidak saling bertemu sama sekali,” kata Fauzi.
Sehingga, lanjut Fauzi, dengan adanya digitalisasi sistem pemeriksaan akan memberikan hasil yang berkualitas.
“Harapan kita kualitas dari hasil pemeriksaan itu benar-benar berkualitas,” pungkasnya.
Apresiasi juga disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI, Masinton Pasaribu. Menurutnya, presentasi Nyoman lebih komprehensif jika dibandingkan dengan beberapa calon anggota BPK yang sudah menjalani uji kelayakan.
“Kami sudah membaca sejumlah pemaparan dari calon sebelumnya, dan kalau saya mau objektif, tapi bukan untuk memuji saudara, tapi saya melihat pemaparannya lebih sedikit komprehensif,” kata Masinton.
Ia menyinggung mengenai integritas dan profesionalitas, sebagaimana yang disampaikan tentang lambatnya trend perbaikan goverment, khususnya dalam persepsi korupsi.
“Padahal kita tahu bagaimana opini WTP dan WDP disatu sisi sebagai komoditi, tetapi di sisi lain menjadi alat tekan, kita bicara fakta, komoditi untuk mendapat pundi-pundi. Tadi disampaikan juga diberikan WTP tetapi kepala daerahnya nyangkut (terlibat korupsi),” papar politikus PDI Perjuangan itu.
“Ini kan tentu menjadi tantangan terhadap saudara jika nanti saudara dipilih untuk melakukan pembenahan ini. Dan BPK ke depan, saudara harus memiliki visi dan semangat BPK RI yang mampu menjawab tantangan institusi dan tantangan ke depan,” tambahnya.
Diketahui, Nyoman merupakan salah satu dari dua nama calon anggota BPK yang tak memenuhi syarat. Satu lainnya yakni Hary Zacharias Soeratin.
Awalnya dua nama tersebut tidak masuk dalam pertimbangan DPD RI. Keduanya tidak diloloskan DPD karena tidak memenuhi syarat yang diatur dalam UU BPK No. 15 tahun 2006 pasal 13 huruf yang setidaknya minimal dua tahun meninggalkan jabatannya di badan pengelola keuangan.
Hasil pertimbangan DPR RI, ada 13 nama yang diloloskan dari total 16 nama. Satu nama mengundurkan diri dan dua tidak memenuhi persyaratan, yakni Nyoman Adhi Suryadnyana dan Hary Zacharias Soearatin.
Namun, saat seleksi di Komisi XI DPR keduanya diikutsertakan dalam uji kelayakan.
Adapun nama-nama yang diseleksi Komisi XI DPR calon Anggota BPK adalah Mereka adalah yakni Dadang Suwarna, Dori Santosa, Encang Hermawan. Kritiawanto. Shohibul Imam. Nyoman Adhi Suryadnyana. Hari Pramudiono, Muhammad Komarudin, Nelson Humaris Halomoan, Widiarto, Muhammad Syarkawi Rauf, Teuku Surya Darma, Hary Zacharias Soeratin, Laode Nusriadi, Blucer Wellington Dajagukguk
Soal Wacana Amanden, Mahyudin: Jangan Terjebak PPHN Tapi Penguatan Bikameral
BATAMTODAY.COM, Jakarta – Wakil Ketua DPD RI Mahyudin menilai wacana Amandemen ke lima UUD 1945 selama ini hanya terjebak dalam isu Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Seharusnya Amandemen berfokus bagaimana membentuk sistem bikameral yang kuat.
“Saya merasa aneh, kita hanya terjebak dalam isu PPHN yang tidak terlalu urgent untuk dilakukan.
Amandemen yang paling penting adalah membentuk sistem bikameral yang kuat. Dengan meng-amandemen Pasal 22D UUD 1945,” ucap Mahyudin saat kunjungan kerja ke Kantor Gubernur Banten, Kamis (9/9/2021).
Pada kunjungan kerja kali ini, Wakil Ketua DPD RI Mahyudin didampingi oleh Anggota DPD RI asal Banten Andiara Aprilia Hikmat, Anggota DPD RI asal Banten Habib Ali Alwi Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni, Ketua BULD DPD RI H Pangeran Syarif Abdurahman Bahasyim, Wakil Ketua BKSP DPD RI TB M Ali Ridho Azhari, Wakil Ketua PURT DPD RI Hasan Basri, Wakil Ketua Komite I Fernando Sinaga, Anggota DPD RI asal Provinsi Sumatera Barat Alirman Sori, dan Anggota DPD RI asal Sulawesi Barat Andri Prayoga Putra Singkaru.
Mahyudin menjelaskan, ia hanya mengkhawatirkan jika PPHN itu menjadi semacam GBHN dimasa lalu, kemudian MPR RI kembali menjadi lembaga tertinggi. Artinya, pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat menjadi tidak relevan.
Mahyudin juga menyadari untuk terwujudnya amandemen khususnya Pasal 22D bukan perkara mudah. Maka diperlukan dukungan dari pemerintah daerah untuk bersama DPD RI berjuang demi kepentingan daerah.
“Ada orang yang nyaman bermain di ranah itu. Maka perlu ada keterbukaan, jangan tiba-tiba UU diketok. Bahkan pertimbangan kita tidak dibaca, mungkin hanya nomor suratnya saja. Padahal DPD RI gudangnya orang berkualitas. Maka kehadiran kam inii meminta dukungan dalam rangka kepentingan daerah,” harap Mahyudin.
Senator asal Kalimantan Timur ini mengatakan sejauh ini kewenangan DPD RI yang telah diamanahkan oleh konstitusi belum optimal. Dimana kehadiran DPD RI dianggap antara ada dan tiada, maka diperlukan dukungan penguatan dari daerah.
“DPD RI sudah periode ke empat, namun keberadaannya seperti ada dan tiada. Banyak orang berkualitas di DPD, bahkan ada 18 orang alumni kepala daerah, namun kemampuan kredibilitasnya terjebak dalam rutinitas yang tidak tahu ke mana arahnya,” kata Mahyudin.
Mahyudin menambahkan bahwa Pimpinan dan Anggota DPD RI periode 2019-2024 memiliki niat dan keinginan yang sangat serius untuk mewujudkan DPD RI sebagaimana cita-cita pendiriannya sebagai pengawal aspirasi dan kebutuhan daerah. Hal tersebut tentunya menjadi maksud dan tujuannya untuk melakukan silaturahmi dan berdiskusi dengan para pemangku kepentingan di daerah terutama dengan Pemerintah Daerah (Pemda).
“Untuk itu kami mengajak Provinsi Banten khususnya Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy berjuang bersama DPD RI demi kepentingan daerah. Sekaligus mendukung penguatan DPD RI,” cetus Mahyudin.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Sumatera Barat Alirman Sori menambahkan saat ini pihaknya bersama Wakil Ketua DPD RI Mahyudin tengah melakukan road show ke daerah untuk meminta dukungan penguatan DPD RI.
“Memang provinsi tidak ada dalam tarikan nafas dengan DPD RI, tapi sudah waktunya untuk berjuang bersama untuk kepentingan daerah,” ujarnya.
Alirman menjelaskan sebenarnya dalam UU tidak ada alasan DPR RI tak melibatkan DPD RI. Jika orang memahami ketatanegaraan pasti paham dengan DPD RI.
“Sejauh ini kami hanya meminta kata ‘dapat’ dalam Pasal 22D dihilangkan. Jika itu dihilangkan sudah luar biasa,” tuturnya.
Di kesempatan yang sama, Anggota DPD RI asal Banten Habib Ali Alwi mengatakan apalah artinya jika jadi gubernur tapi kewenangannya tidak ada. Karena semua diatur oleh Pemerintah Pusat.
“Inilah yang dialami 34 gubernur yang tidak memiliki kewenangan seperti DPD RI. Kalau mau berjuang bersama untuk daerah maka hari ini. Untuk itu kita membutuhkan dukung khususnya dari Pemprov Banten,” harapnya.
Di satu sisi, Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni menurutnya DPR RI tidak perlu merasa takut kekuasaannya terbagi jika terjadi amandemen.
“Salah besar jika nanti ada ketakutan pengambilan kekuasan. Kita hanya meminta penguatan sistem bikameral agar ada check and balances,” tuturnya.
Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengatakan sebagai jebolan DPD RI ia juga telah merasakan apa yang telah terjadi. Ia secara pribadi sepenuhnya mendukung penguatan DPD RI untuk kepentingan daerah.
“Saya tahu apa yang dirasakan kawan-kawan di DPD RI, karena saya juga pernah mengalami hal serupa ketika menjadi Anggota DPD RI. Untuk itu saya mendukung penguatan DPD RI,” tegasnya. (WWA)