SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Joko Widodo (Jokowi) menjadi presiden Indonesia dua periode: periode pertama 2014-2019 dan kedua 2019-2024. Di periode kedua atau di ujung kepemimpinannya ini, Jokowi masih dianggap cukup berpengaruh dalam mengontrol kekuasaan selanjutnya. Ini jika dibandingkan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memiliki rekam jejak yang sama dengan Jokowi: memiliki kesamaan dua periode dalam kepemimpinan tetapi redup di ujung kekuasaanya yang juga dibuktikan kemerosotan suara pengusung utamanya, yakni Partai Demokrat, selain juga menghadapi konflik internal di partainya.
Periode pertama, Jokowi berdampingan dengan Yusuf Kalla yang dalam pencalonan sebagai presiden didukung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Hanura, dan PKPI yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIB). Jokowi berhadapan dengan Prabowo Subijanto yang berdampingan dengan Hatta Rajasa. Pencalonan Prabowo sebagai presiden didukung oleh Gerindra, Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Demokrat, dan Partai Bulan Bintang (PBB) yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih. Meski Jokowi (36,46%) kalah dalam dukungan partai politik dari Prabowo (51,9%), tetapi dia berhasil menjadi presiden (Jokowi 53,15 % dan Prabowo 46,85%). Bukan hanya itu, PDIP juga mendapatkan perolehan kursi terbanyak (109 dari 560 kursi di DPR) di antara partai-partai lainnya dari efek Jokowi ini. Setelah Jokowi menjadi presiden, kemudian PPP, PAN dan Golkar menjadi koalisi pemerintahan bersama Jokowi.
“Tingginya perolehan suara PDIP di Pemilu 2014 dan 2019 dikarenakan efek Jokowi (Jokowi Effect) di mana ketika publik memilih PDIP, itu karena menginginkan Jokowi menjadi presiden.”
Periode kedua, Jokowi berdampingan dengan Ma’ruf Amin yang dalam pencalonan sebagai presiden didukung oleh PDIP, Golkar, PKB, NasDem, PPP, Hanura, dan PKPI yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja. Jokowi masih berhadapan dengan orang yang sama yakni Prabowo yang saat itu berdampingan dengan Sandiaga Uno yang didukung oleh Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, dan Partai Berkarya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Adil dan Makmur. Di periode ini, pencalonan Jokowi (63,38%) sebagai presiden unggul dalam dukungan partai politik ketimbang Prabowo (36,38%). Di periode kedua ini, Jokowi juga berhasil menjadi presiden untuk kedua kalinya (Jokowi 55,5% dan Prabowo 44,5%). PDIP masih mendapatkan efek Jokowi dengan tetap mendapatkan perolehan kursi (128 dari 575 kursi di DPR) dan suara tertinggi di antara partai-partai lainnya dalam pemilu 2019. Hal yang mengejutkan di periode kedua ini adalah Prabowo bergabung dengan koalisi pemerintahan bersama Jokowi dengan menjabat sebagai menteri pertahanan, juga beberapa kader Gerindra penting lainnya mengisi posisi strategis di pemerintahan Jokowi. Selainnya, PAN juga bergabung dengan koalisi Jokowi di pemerintahan.
Jokowi Setelah Dua Periode
Dalam banyak kesempatan, Jokowi selalu mengatakan setelah selesai tugasnya sebagai presiden dua periode, akan kembali ke Solo. Dia akan menjadi rakyat biasa yang kemungkinan akan aktif di sektor lingkungan hidup dan menjadi bagian dari Indonesia yang lebih hijau. Tetapi oleh pendukungnya, Jokowi tidak mungkin berakhir sesederhana itu. Kepuasaan publik pada pemerintahan Jokowi terus stabil bahkan makin tinggi di akhir periode kepemimpinannya. Lembaga Survei Indonesia (LSI) melaporkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi 81,9%. Survei dilakukan pada 1-8 Juli 2023. Kemudian, para relawannya juga makin militan dengan akan tegak lurus ikut Jokowi apapun itu perintahnya. Lembaga Riset dan Konsultasi Senopati Syndicate menyebut perilaku para pendukung Jokowi yang berasal dari relawan sudah masuk pada kategori pendukung garis keras. Tetapi ini menjadi warisan besar Jokowi untuk bisa cawe-cawe pada Pemilu 2024, selain juga sebagai modal penentu kemenangangan pilpres.
Di awal perdebatan setelah Jokowi dua periode, para pendukungnya merancang agar Jokowi bisa menjabat tiga periode. Meski tidak ada jawaban secara vulgar dari Jokowi mendukung atau tidak pada usulan tersebut tetapi usulan tiga periode menjadi trending topik dalam pemberitaan berbulan-bulan. Tentu pro dan kontra. Akan tetapi usulan ini bisa jadi kandas atau memang tidak digarap secara serius. Sebagaimana para pendukung Presiden Turki Erdogan yang berhasil merubah konstitusi dengan memperbolehkan dirinya maju menjadi calon presiden untuk ketiga kalinya, dan dia menang menjadi presiden untuk ketiga kalinya.
Kandasnya usulan 3 periode untuk Jokowi, akhirnya memunculkan opsi-opsi lainnya yang bisa menyederhanakan kekuasaan Jokowi ke depan. Jokowi sadar betul bahwa dia punya warisan dukungan dari para pemilihnya yaitu para relawan yang tidak terafiliasi dengan partai politik, khususnya PDIP. Mereka memilih Jokowi bukan karena PDIP tetapi lebih dikarenakan personifikasi Jokowi. Dari sini sepertinya Jokowi ingin membuktikan bahwa dirinya punya konstituen dan mereka perlu dikelola dan diarahkan setelah tidak lagi menjadi presiden. Senopati Syndicate melihat bahwa Jokowi memang bermain dan melakukan orkestra kepada pendukung dari unsur relawan, dan juga mengelola elektabilitas Ganjar dan Prabowo.
Opsi lain yang diorkestra Jokowi adalah mengawinkan Prabowo dengan Ganjar untuk pencalonan sebagai presiden selanjutnya. Keduanya memiliki elektabilitas yang tinggi. Dalam banyak survei hanya tiga orang yang mendapatkan elektabilitas tinggi: Ganjar Pranowo, Prabowo Subijanto, dan Anies Baswedan. Ganjar dalam banyak survei selalu teratas mengalahkan Prabowo. Senopati Sydiciate melakukan pelacakan tagar, Prabowo paling tinggi untuk perolehan tagar #Prabowopresiden. Ganjar kuat dalam perolehan tagar untuk relawan. Tetapi Jokowi mengusulkan Prabowo sebagai calon presiden, Ganjar sebagai calon wakilnya. Jika rencana ini berhasil, pilpres kelar satu putaran. Itu bisa menghemat waktu dan biaya anggaran pilpres. Kekuasaan tetap berjalan sebagaimana ritme koalisi pemerintahan yang dibangun Jokowi.
Sinyal Prabowo akan maju lagi pada 2024 bermula pada 13 Agustus 2022 di mana Partai Gerindara dan PKB menandatangani piagam deklarasi koalisi yang diberi nama Koalisi Kebangkitan Bangsa Indonesia Raya. PKB punya kepentingan sejak awal, akan mengusung Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo. Tiga bulan sebelum itu, Koalisi Indonesia Bersatu sudah dibentuk oleh gabungan Partai Golkar, PAN, dan PPP. Dari koalisi tersebut, Jokowi memiliki keinginan untuk menggabungkan Prabowo dan Ganjar dalam pilpres 2024. Komunikasi tersebut sudah dilakukan oleh Jokowi ke Prabowo dan Ganjar. Tetapi rencana ini kandas setelah Ganjar diumumkan sebagai calon presiden oleh PDIP pada 4 Mei 2023. Langkah ini disinyalir untuk melemahkan Jokowi sebagai kingmaker dalam pemilu 2024.
Deklarasi Ganjar oleh PDIP sebagai sinyalemen tegas dari Megawati bahwa PDIP punya calon presiden yang diusung. Sinyalemen tegas ini sebenarnya juga harusnya mendorong Jokowi untuk menggiring partai-partai koalisi yang ada bergeser dukungannya Ganjar. Tetapi hari demi hari, minggu bahkan bulan tidak ada penambahan koalisi untuk pencalonan Ganjar sebagai presiden kecuali PPP yang memiliki suara kecil di parlemen; Perindo dan Hanura yang sama sekali belum punya kursi (non-parlemen). Megawati sampai harus menyindir partai-partai koalisi parlemen yang masih berpikir untuk gabung dengan PDIP di pilpres 2024.
Pada 13 Agustus 2023, Koalisi Indonesia Bersatu bergabung dengan Koalisi Kebangkitan Bangsa Indonesia Raya (minus PPP yang bergeser mendukung pencalonan Ganjar sebagai capres) yang kemudian merubah namanya menjadi Koalisi Indonesia Maju. Koalisi ini juga sepakat bahwa Prabowo akan diusung sebagai capres. Untuk cawapres, masing-masing partai koalisi khususnya Golkar dan PAN mengusulkan nama cawapres yang kemudian menyulitkan jalan Muhaimin Iskandar untuk menjadi cawapres Prabowo. Muhaimin akhirnya keluar dari koalisi dan menerima tawaran Suryo Paloh sebagai cawapres Anies Baswedan yang dideklarasikan pada 2 September 2023. Ganjar juga kemudian sudah menentukan pasangan cawapresnya yakni Mahfud MD meskipun tidak ada penambahan koalisi parpol. Tetapi Koalisi Indonesia Maju masih galau. Banyak meyakini, koalisi ini masih menunggu arahan Jokowi setelah lawatannya ke luar negeri. (ANTON)