SUARAINDONEWS.COM, Bogor-Rektor Universitas Pertahanan Negara (Unhan) Laksamana Madya (Laksdya) TNI Amarulla Octavian mengingatkan adanya ancaman nonmiliter yang merebak di tengah-tengah masyarakat. Salah satu ancaman nonmilter tersebut yakni berupa disinformasi pandemi Covid-19.
Peringatan adanya ancaman nonmilter tersebut dikemukakan Laksdya Amarulla Octavian saat membuka saat membuka webinar yang digelar oleh Fakultas Strategi Pertahanan (FSP) Unhan RI bertajuk “Redam Disinformasi Pandemi Covid-19 dalam Mewujudkan Pertahanan Negara yang Tangguh” melalui daring di Bogor, Jawa Barat, Rabu, (3/3/2021).
Menurut Laksdya TNI Amarull Octavian, ancaman berupa disinformasi pandemi Covid-19 sebagai dampak dari lahirnya revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0 itu ditandai dengan kondisi mudah bergejolak (volatility). Berbagai upaya dan cara pun telah dilakukan pemerintah, salah satunya melalui vaksinasi secara nasional.
Laksdya Amarulla Octavian menambahkan dalam rangka mendukung visi dan misi pemerintah di bidang pertahanan yaitu terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian, berlandaskan gotong-royong, Unhan RI mengajak peserta seminar berkontribusi memberikan masukan sebagai salah satu alternatif solusi dalam meredam disinformasi pandemi Covid-19.
“Yakni melalui pengelolaan sumberdaya nasional yang sinergik dan terintegrasi untuk pertahanan negara yang tangguh, ” ujar Laksdya Amarulla Octavian.
Sementara pengamat intelejen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengutip pernyataan Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, dalam situasi Pandemi Covid-19 saat ini, masyarakat tidak hanya melawan pandemi, namun juga infodemik.
Nuning sapaan karib Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati menjelaskan Infodemik adalah penyebaran disinformasi terkait Covid-19 dengan volume yang besar dan secara cepat.
“Hal ini menimbulkan kebingungan publik, ketidakpercayaan, dan menghambat efektivitas program penanganan dan layanan kesehatan.
Mantan Anggota Komisi I dan III DPR ini menambahkan Infodemik ini tumbuh subur karena faktor pendukung lemahnya literasi digital di media sosial, kepanikan dan ketidaktahuan publik dalam memilih sumber informasi, serta kesimpangsiuran informasi terpercaya yang dikeluarkan oleh lembaga resmi pemerintah pada awal-awal pandemi.
“Infodemik membuat banyak publik yang tidak percaya Pandemi Covid-19, abai terhadap protokol kesehatan, panik berlebihan, hingga dapat meruntuhkan kredibiltas atau legitimaai lembaga resmi pemerintah, ” ujar Nuning.(Bams)