SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Budi Arie Setiadi mengungkapkan bahwa penguatan produksi susu sapi melalui koperasi menghadapi tujuh tantangan utama. Hal ini disampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta pada Senin (9/12).
Menurut Budi Arie, tantangan pertama adalah rendahnya produktivitas sapi perah. Hal ini disebabkan kualitas genetik sapi perah Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan negara lain. Selain itu, masalah ketersediaan pakan berkualitas dan penyakit yang menyerang sapi perah turut menurunkan produktivitas.
“Ketersediaan pakan yang berkualitas dan bergizi masih menjadi kendala, ditambah lagi sering terjadi penyakit pada sapi perah yang menurunkan produktivitas,” ungkapnya.
Tantangan kedua adalah keterbatasan infrastruktur. Banyak peternak yang belum memiliki fasilitas memadai seperti kandang modern, peralatan yang sesuai, dan transportasi yang efisien. Ketiga, akses terhadap pembiayaan juga menjadi kendala utama. Banyak peternak kesulitan mendapatkan modal untuk mengembangkan usaha peternakan.
“Penerapan teknologi modern dalam peternakan sapi perah masih rendah. Peternak seringkali kurang memiliki pengetahuan teknologi,” tambah Budi Arie terkait tantangan keempat yang mencakup penerapan dan pengetahuan teknologi.
Tantangan kelima adalah fluktuasi harga susu dan ongkos produksi. Kondisi ini menyebabkan harga susu di tingkat peternak tidak stabil dan cenderung rendah. Selain itu, tantangan keenam datang dari persaingan dengan produk susu impor yang dinilai memiliki kualitas lebih baik dan harga yang lebih kompetitif.
Terakhir, tantangan ketujuh adalah perubahan iklim. Perubahan ini memengaruhi ketersediaan pakan alami yang berdampak langsung pada produksi susu.
Upaya Penguatan Koperasi
Menkop juga menekankan perlunya strategi penguatan koperasi melalui peningkatan daya saing produk lokal. Upaya tersebut meliputi pengembangan branding, efisiensi produksi, serta peningkatan akses distribusi melalui modernisasi pasar dan e-commerce.
“Promosi dan edukasi masyarakat juga akan dikembangkan, terutama kampanye konsumsi susu, edukasi gizi, dan promosi produk lokal,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota DPD asal Jakarta, Fahira Idris, menyoroti pentingnya penguatan koperasi dalam meningkatkan ketahanan susu lokal. Ia menyinggung dampak dari bea masuk 0 persen atas susu impor yang diatur dalam perjanjian perdagangan bebas.
“Bea masuk susu impor 0 persen yang berasal dari perjanjian perdagangan bebas telah banyak menimbulkan kekhawatiran. Beberapa langkah yang harus dilakukan untuk memperkuat susu lokal, salah satunya penguatan peran koperasi,” ujar Fahira.
Dengan berbagai tantangan ini, pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah konkret untuk mengembangkan industri susu lokal dan mendukung kesejahteraan peternak.
(ANTON)