SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai dana bantuan sosial (bansos) senilai Rp2,1 triliun yang masih tersimpan di lebih dari 10 juta rekening bank penerima yang telah lama tidak aktif.
Menurut Puan, kasus ini menggambarkan lemahnya tata kelola keuangan publik, terutama dalam proses perencanaan, penyaluran, serta pengawasan terhadap program bansos yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Jumlah rekening dormant dalam kasus ini sangat besar. Ini menunjukkan sistem verifikasi dan pembaruan data penerima manfaat belum berjalan efektif, belum responsif terhadap perubahan kondisi masyarakat, dan minim pengawasan aktif,” ujar Puan, Kamis (31/7/2025).
Sebelumnya, PPATK melaporkan adanya dana bansos Rp2,1 triliun yang tertahan di sekitar 10 juta rekening penerima yang tidak beraktivitas hingga tiga tahun. Selain itu, hasil analisis PPATK juga menemukan adanya penyalahgunaan rekening dormant. Lebih dari 1 juta rekening diduga terlibat tindak pidana, dengan sekitar 150 ribu di antaranya merupakan rekening nominee—yakni rekening hasil jual beli atau peretasan yang kemudian digunakan untuk menampung dana ilegal.
PPATK juga mencatat sekitar 2.000 rekening milik instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran yang tidak aktif, dengan total dana sekitar Rp500 miliar. Sementara itu, lebih dari 140 ribu rekening lainnya tidak beraktivitas lebih dari 10 tahun, dengan nilai mencapai Rp428,61 miliar.
Sebagai langkah awal, PPATK menghentikan sementara seluruh transaksi rekening dormant tersebut. Pemblokiran dapat dibuka jika pemilik rekening melakukan klarifikasi sesuai prosedur yang berlaku.
Menanggapi hal itu, Puan menegaskan bahwa persoalan ini tidak bisa dianggap sekadar masalah administrasi, melainkan menyangkut akuntabilitas penggunaan uang negara.
“Ketika dana triliunan rupiah tidak tersalurkan karena mengendap di rekening mati, berarti efektivitas belanja sosial negara menjadi hilang,” tegasnya.
Ia juga memperingatkan bahwa kondisi tersebut berpotensi dimanfaatkan untuk praktik-praktik kecurangan, termasuk tindak pidana pencucian uang. Karena itu, Puan mendesak Kementerian Keuangan dan Kementerian Sosial untuk melakukan audit menyeluruh guna menemukan akar permasalahan, terutama dalam proses pelaporan, verifikasi data, dan pencairan bansos di lapangan.
“Validitas data penerima manfaat harus bisa dipertanggungjawabkan secara faktual dan hukum,” kata mantan Menteri Koordinator PMK itu.
Puan juga mendorong agar sistem penyaluran bansos ke depan lebih modern dengan pemanfaatan teknologi digital secara real-time. Ia menilai pendekatan berbasis data akan membuat penyaluran lebih tepat sasaran dan efisien.
“Transformasi digital penting untuk mencegah pemborosan anggaran dan memastikan bantuan diterima oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan, bukan masuk ke rekening fiktif atau hasil kejahatan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Puan mengusulkan pembentukan satuan tugas lintas lembaga yang melibatkan PPATK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia untuk melacak potensi penyalahgunaan rekening dormant serta memperkuat pengawasan sistem keuangan nasional.
“Temuan PPATK mengenai lebih dari satu juta rekening terkait tindak pidana, termasuk 150 ribu rekening nominee, menjadi peringatan serius bahwa pengawasan sistem keuangan harus diperketat dan berbasis risiko,” tambah Puan.
Ia menegaskan, transparansi dan akuntabilitas merupakan fondasi utama dalam pengelolaan keuangan negara.
“Dana sosial yang seharusnya menjadi penopang kesejahteraan rakyat tidak boleh tersangkut oleh persoalan administratif atau praktik kejahatan keuangan. Negara harus bertindak cepat dan tegas,” ujar cucu Proklamator Bung Karno itu.
Puan menutup pernyataannya dengan menegaskan komitmen DPR RI untuk terus mengawal perbaikan tata kelola keuangan publik.
“Setiap rupiah dari APBN harus benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan mengendap di rekening yang tidak bertuan. DPR RI akan memastikan masalah penyaluran bansos ini dibenahi secara menyeluruh,” pungkasnya. (Dewi)




















































