SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Dalam Proses Pembahasan Proposal Perdamaian PT.Karya Cipta Nusantara (PT.KCN) yang berlangsung di Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat (11/5), di hadapan Hakim Pengawas Makmur SH, MH dan Ketua Pengurus Arief Patramijaya SH,LLM; para Kreditor serta kuasa hukum kreditor dari Law Office Juniver Girsang and Partners dan Brurtje Maramis, serta Kuasa Hukum Debitur, Agus Trianto SH,MH yang mendampingi Dirut PT.KCN, Widodo Setiadjie dalam perkara Putusan Nomor : 59/ Pdt.Sus-PKPU/ 2020/PN.Niaga.Jkt.Pst tertanggal pada 1 April 2020, tercatat ‘Diterima oleh 4 Kreditor, dan Ditolak oleh 3 Kreditor lainnya.
Keempat kreditor yang menerima Proposal Perdamaian PT.Karya Cipta Nusantara antara lain PT Karya Kimtek Mandiri, PT Pelayaran Karya Tehnik Operator, PT Karya Teknik Utama, dan Yevgeni Lie Yesyurun Law Office, akan menerima pembayaran cash/tunai pada tanggal 19 Mei 2020 setelah mereka menyetujui dan menandatangani Proposal Perdamaian.
Tercatat, PT Karya Kimtek Mandiri (sebesar Rp 1.848.000.000); PT Pelayaran Karya Tehnik Operator (sebesar Rp 8.382.000.000); PT Karya Teknik Utama (sebesar Rp 233.622.814.748); dan Yevgeni Lie Yesyurun Law Office sebesar US$3.650.000 ( sudah termasuk nilai success fee di Tingkat PK yang ditolak Debitur).
Sementara tiga kreditor lainnya masih menyatakan keberatannya, yakni Juniver Girsang, Brurtje Maramis (Diterima Sebagian, hanya bunga dan denda saja yang Debitur tolak) sedangkan PT.Kawasan Berikat Nusantara (keberatannya Ditolak Seluruhnya oleh Debitur). Oleh karenanya, Hakim Pengawas bersama Ketua Pengurus menawarkan opsi untuk memediasi kembali pada Rabu, 13 Mei 2020 mendatang atau sehari sebelum Sidang/ Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim (Kamis 14 Mei 2020). Seperti diketahui, Juniver Girsang dengan tagihan pokok US$ 900 ribu dan bunga bunga US$248 ribu; Brurtje Maramis dengan tagihan pokok US$ 100ribu, dan bunga US$ 6000; serta tagihan PT Kawasan Berikat Nusantara sebesar Rp 114.223.023.336 (deviden) dan Rp.1.5 Triliun.
“Harapan kami, semoga ini bisa segera diselesaikan dan hari ini, itikad baik kami, kami sudah membawa uang (cash dalam koper senilai US$ 1Juta, red). Karena kami menghormati apa yang sudah diputuskan dalam sidang PKPU Sementara. Kami sebenarnya menunggu apa yang diinginkan KBN, karena KBN yang pertama menggugat kami sehingga menyebabkan dispute diluar PKPU ini. Harapannya Hakim Pengawas menolak apa yang menjadi keberatan KBN sehingga persoalan ini cepat tuntas semuanya,” jelas Dirut PT.KCN Widodo Setiadji.
Dan perlu diketahui, tambah Dirut KCN Widodo, sebenarnya bahwa pemegang saham tidak akan dirugikan, khususnya pemegang saham KBN. Karena disini kita tahu ini proyek nasional non APBN dan APBD. Kedua, selama ini KBN tidak pernah menyetor untuk Pembangunan Pelabuhan. Jadi, potensi atau deviden yang akan dibagi tidak hilang.
Kami tetap concern, kami akan mengutamakan bagaimana PT.KCN Tidak Pailit. Kalau kita lihat statemen statemennya, apalagi saya juga dilaporkan di Polda. Dengan kata lain, apakah KBN berharap ini Pailit, ini perlu dipertanyakan kepada pihak KBN, ungkapnya kemudian.
“Karena menurut saya seharusnya, KBN sebagai pemegang saham ikut membantu kami menghadapi apa yang sedang dihadapi dalam PKPU Sementara ini. Saya berharap tidak ada pihak pihak lain ikut mendompleng, atau patut diduga melakukan kolaborasi untuk memanfaatkan situasi. Terpenting bagaimana going concern, kita lihat banyak ribuan orang bergantung hidup pada pelabuhan ini. Apakah itu dari karyawan, pengguna jasa, termasuk turunan dari pengguna jasa itu. Jadi kita harusnya berfikir bagaimana disaat negara sedang menghadapi Pandemi Covid19 ini, lalu adanya keterbatasan Anggaran Rancangan APBN, bagaimana kita seharusnya bersama sama membangun ini menghindari hal hal yang bisa merugikan semua pihak. Kalau ini terjadi pailit yang dirugikan bukan cuma KBN, KTU, Negara, tapi semua pihak rugi,” ujarnya gusar.
Sementara, Andi Rifai, Kuasa Hukum KBN menegaskan bahwa hak itu harus diperjuangkan. Namun sudah berapa tahun itu diminta oleh para pemegamg saham, PT.KCN tidak melakukan sampai hari ini. Dan KBN sudah meminta RUPS, tidak dilakukan untuk itu.
“Pertama, KBN inikan perusahaan negara, boleh saja PT.KCN menyatakan bahwa itu bukan tagihan. Tapi kalau negara menyatakan besok penegak hukum kemudian menyatakan tagihan bagaimana ? Persoalan, apakah itu tagihan atau tidak, kami ajukan dahulu sebagai ‘Hak KBN’. Jangan sampai, kalau besok tiba tiba di pertanyakan mengapa anda tidak ajukan itu, padahal itu Hak perusahaan, bagaimana kalau seperti itu. Seharusnya dia yang melakukan RUPS, Direksi yang punya kewajiban untuk RUPS dan diminta oleh pemegang saham. Tapi nggak dilakukan sampai sekarang, padahal sudah pernah diminta KBN. RUPS kan pertanggungjawaban keuangan dan sebagainya, itukan tidak ada sampai dengan sekarang,” ungkap Andi Rifai.
Di penghujung penjelasannya, Dirut PT.KCN menegaskan bahwa misalnya KBN beritikad baik untuk duduk bersama, permasalahannya pasti bisa diselesaikan. Jadi apakah tetap non APBN dan APBD atau memang mau ada penyertaan uang negara. Kita duduk bersama. Atau ingin dirubah menjadi proyek non APBN dan APBD, sebagai anak perusahaan negara, KBN harus siap menyiapkan uang untuk membeli saham yang sesuai kebutuhan mereka maunya berapa dari 15 persen untuk masuk di Pier 2 dan Pier 3 Penyelesaian.
Hakim Pengawas, Makmur SH,MH menjelaskan pihaknya bersama Pengurus masih belum menetapkan Daftar Tagihan Tetap lantaran adanya keberatan dari Kreditor dan Debitur atau masih belum tercapainya komunikasi yang baik. Sehingga penentuan Daftar Tagihan Tetap belum bisa diputuskan. Dan sidang masih menyisakan sejumlah agenda antara lain Sidang Mediasi atas Tiga Kreditor yang menolak Proposal Perdamaian PT.KCN (13 Mei 2020) dan Sidang Permusyawaratan Majelis Hakim (14 Mei 2020).
(tjo; foto ist