SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Seiring makin viralnya aksi ormas-ormas yang makin lama makin mirip geng di sinetron, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, angkat suara dengan nada yang nggak main-main. Dalam sebuah pernyataan di Jakarta pada Rabu (23/4/2025), Evita menyampaikan keprihatinan mendalam tentang “evolusi” sejumlah organisasi masyarakat (ormas) yang kini lebih mirip organisasi misterius dalam film laga daripada lembaga sosial.
Dulu Sosial, Sekarang Komersial (Tapi Ilegal)
Menurut Evita, banyak ormas udah kelewat batas. Alih-alih bantu masyarakat, mereka malah sibuk pungli sana-sini, terutama ke pelaku usaha—dari yang besar sampai UMKM yang baru mau napas aja udah kena “biaya tak resmi”.
“Praktik semacam ini tidak hanya menurunkan kepercayaan pelaku industri, tetapi juga membuat biaya usaha melonjak karena ‘biaya tak resmi’ yang sebetulnya adalah pemerasan,” tegas Evita, sambil mungkin menahan kesal dalam hati.
Investor Kabur, Dunia Industri Nangis
Evita juga buka-bukaan soal laporan dari Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia yang bilang ormas sekarang hobinya demonstrasi, nyegel proyek, bahkan nuntut diajak kerja sama di proyek-proyek swasta. Nggak heran, para investor pun mikir dua kali, atau bahkan mundur teratur.
Kayak cinta yang dipaksa—dunia usaha juga nggak suka ditekan-tekan!
Mobil Dibakar, Sabar Hilang
Yang paling bikin darah naik ke kepala adalah insiden pembakaran mobil aparat oleh ormas di Jawa Barat. Aksi ini terjadi saat polisi hendak menangkap pimpinan ormas yang tersangkut kasus pidana.
Evita pun langsung pasang tameng:
“Pelaku harus ditindak tegas. Negara tidak boleh kalah oleh premanisme,” katanya, dengan nada yang bisa bikin kita semua berdiri dan tepuk tangan.
Debt Collector Ala-ala Ormas
Nggak cukup sampai di situ, Evita juga menyoroti tren baru yang serem: ormas yang nyamar jadi debt collector, alias penagih utang gadungan. Bukan cuma nagih, mereka juga suka bawa rombongan dan intimidasi. Fix, kayak adegan pembuka film action lokal.
Harus Ada Operasi “Tertib Ormas”!
Dengan segala kegaduhan ini, Evita menyerukan operasi penertiban besar-besaran. Bukan cuma untuk keamanan bisnis, tapi juga biar warga bisa hidup damai tanpa takut disetop ormas waktu beli gorengan.
“Kondisi seperti itu tidak boleh dibiarkan terus menerus. Harus ditertibkan karena merugikan lingkungan industri dan mengganggu kenyamanan serta keamanan warga,” tutupnya, kayak menteri dalam pidato kemerdekaan.
Jadi intinya: kalau kamu merasa ormas udah kayak bos terakhir dalam hidupmu—tenang, suara kamu udah sampai ke Senayan. Tinggal kita tunggu, siapa yang bakal jadi jagoan di akhir cerita: negara… atau para ormas super?
Mudah-mudahan bukan yang terakhir.
(Anton)