SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Pemerintah mengklaim 300 kilometer jalan tol telah terbangun, juga 2.623 kilometer jalan nasional mulai dari Trans-Papua, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Timur. Ada pula pembangunan jembatan yang mencapai 25.149 meter, 81 pelabuhan, Tujuh bandara baru, pembenahan 439 Bandara, pembangunan ratusan km rel kereta api, hingga 33 waduk.
Anggaran komitmen pemerintah membangun infrastruktur sulit dimungkiri, dimana dalam rentang waktu 2015-2017, alokasi dana pemerintah untuk pembangunan infrastruktur mencapai Rp 990 triliun (Rp 290 triliun pada 2015, Rp 313 triliun pada 2016, dan menjadi Rp 387 triliun pada 2017). Dan pemerintah mengakui, Rp 990 triliun bukanlah uang yang cukup untuk mengejar ketertinggalan infrastuktur Indonesia dari negara lain. Bahkan tahun ini hingga dianggarkan mencapai Rp 409 triliun.
Sementara di tahun 2019 nanti, pembangunan Indonesia membutuhkan setidaknya Rp 4.700 triliun. Dari total kebutuhan anggaran itu, pemerintah hanya mampu membiayai 33 persen atau sekitar Rp 1.551 triliun saja, lalu Rp 1.175 triliun berasal BUMN (25 persen), sisanya, 42 persen atau Rp 1.974 triliun berasal dari swasta.
Lantas apa yang sudah dibangun dengan uang sebanyak itu?
Harmansyah ST, selaku staf ahli Komisi V dari Anggota DPRRI, mengemukakan bahwa memang tidak dapat dipungkiri kondisi infrastruktur Indonesia sejak krisis ekonomi 1998 cukup jauh tertinggal. Bahkan dengan anggota ASEAN pun jauh tertinggal. Hal tersebut berpengaruh pada fiscal space kita kurang, sehingga (pada saat itu) kita mendorong (anggaran) ke arah subsidi untuk menjaga daya beli masyarakat.
Akibatnya besaran subsidi yang berada di atas Rp 300 miliar hingga 2014 membuat pemerintah ‘terseok-seok’ dalam membangun infrastruktur. Padahal, keterbatasan infrastruktur tidak saja mengakibatkan sulitnya pergerakan dan mobilitas barang, namun juga menjadikan biaya mahal dan inefisiensi, lanjut Harmansyah.
Oleh karenanya, belanja infrastruktur dalam APBN-P 2017 yang disahkan DPR RI untuk pemerintah, jelas Ketua OKK Hipmi Sulawesi Selatan ini, diprioritaskan pada infrastruktur yang bersifat multiyears. Terutama dimanfaatkan untuk pembangunan jalan, listrik, jembatan, bandara, pelabuhan laut, jalur kereta api dan terminal penumpang.
Disamping secara filosofis perubahan APBN 2017 mengakomodir program-program prioritas dalam rangka membuat ruang tumbuh yang lebih besar melalui pembangunan infrastruktur. Dengan kata lain, ketersediaan infrastruktur yang memadai akan memberi ruang pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, sehingga karenanya kita harus mengejar (infrastruktur).
Memang penting dalam membangun interconnectivity dan logistic system, tetapi pemerintah juga perlu mencari kebijakan ekonomi lanjutan seperti apa yang bisa mendukung infrastruktur sehingga bermanfaat bagi perekonomian, ujar mantan Ketua Umum Pelajar dan Mahasiswa Wajo ini.
Dua tahun kedepan diharapkan “Branding” pembangunan infrastruktur jangan sampai hanya berhenti pada penekanan sirene atau gunting pita semata. Atau lebih parah lagi, infrastruktur hanya diimajinasikan sebagai benda mati. Infrastuktur kesannya hanya berhenti pada peresmian-peresmian jalan tol, atau berhenti pada pengguntingan pita semata.
Sebab isu pembangunan infrastruktur bisa juga menjadi bumerang, lantaran banyak konflik agraria terjadi justeru akibat pembebasan lahan proyek-proyek infrastruktur (padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, penyebab konflik agraria adalah akibat perluasan perkebunan, red). Belum lagi, isu yang selalu dilihat publik, seperti kemampuan pemerintah mengurangi jumlah penduduk miskin, menyediakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan pembangunan pedesaan ysng justeru tertutup oleh isu penyelewengan dana desa. Padahal, pembangunan yang bisa dirasakan oleh rakyat banyak adalah pembangunan di desa-desa.
Pembangunan infrastruktur sudah tidak bisa lagi hanya melihat tol dan seremonialnya saja. Karena sesungguhnya rakyat hanya menunggu manfaat nyata pembangunan infrastruktur bagi peningkatan kesejahteraan, tutup Harmansyah dalam sebuah kesempatan.
(mut; foto tjo