SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin memastikan hingga kini belum ditemukan kasus cacar monyet atau monkeypox di Indonesia.
Namun, pihaknya akan terus melakukan monitoring guna mengetahui penyebaran kasus monkeypox yang telah ditemulkan di 192 negara itu.
“Monkeypox belum terlihat, kami akan monitor terus,” ujar Budi di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), lanjutnya, akan terus melakukan sederet upaya kewaspadaan untuk mencegah penularan penyakit dengan gejala bintil bernanah di kulit itu.
Menkes Budi menyampaikan virus cacar monyet tersebut sudah terdeteksi di 192 negara. Sehingga kemunculan virus ini tengah mendapat perhatian serius dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Data ada 192-an negara di seluruh dunia yang sudah masuk. Dengan begitu kita bisa lihat data sebarannya, tapi belum ada di Indonesia,” tutur Menkes Budi.
WHO menyebutkan virus cacar monyet dapat menular dari satu orang ke orang lain melalui kontak erat dengan cairan tubuh, tetesan pernapasan, lesi, hingga tempat tidur.
Penyakit cacar monyet itu dikabarkan bisa sembuh dengan sendirinya. Namun pada beberapa individu seperti anak-anak, wanita hamil atau orang dengan penekanan kekebalan karena kondisi kesehatan lainnya, penyakit itu bisa menjadi lebih parah.
Kendati demikian, untuk saat ini WHO menyatakan penyebaran virus cacar monyet tidak akan mengkhawatirkan hingga memicu pandemi.
Beda data dengan data Menkes, dilansir NDTV, WHO telah mengumumkan 550 kasus cacar monyet dikonfirmasi untuk 30 negara di luar Afrika.
Meski penyebaran cacar monyet telah sampai di luar negara-negara Afrika, WHO menegaskan tidak akan panik menghadapi virus tersebut. menurutnya, virus yang menyebar melalui kontak dekat, biasanya tidak menyebabkan penyakit parah.
“Saat ini, kami tidak khawatir dengan pandemi global,” ujar seorang pakar cacar monyet terkemuka WHO Rosamund Lewis, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari NDTV.
Menurut dia, saat ini yang penting dilakukan adalah mengambil langkah cepat untuk mengendalikan penyebaran virus.
“Masih mungkin untuk menghentikan wabah ini sebelum menjadi lebih besar,” katanya
Sedangkan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu mengatakan penyakit ini dapat bersifat ringan dengan gejala yang berlangsung 2 – 4 minggu.
Namun, bisa juga berkembang menjadi berat dan bahkan kematian dengan tingkat kematian 3 – 6 persen.
“Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh virus tersebut,” katanya.
Cacar monyet awalnya hanya endemik di Afrika barat dan Afrika tengah. Hingga awal Mei, kasus jarang muncul di luar Afrika dan biasanya dikaitkan dengan perjalanan ke sana.
Sejumlah negara endemik monkeypox antara lain Benin, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Gabon, Ghana (hanya diidentifikasi pada hewan), Pantai Gading, Liberia, Nigeria, Republik Kongo, dan Sierra Leone. Di luar negara itu menjadi negara non endemis.
Sejak Inggris pertama kali melaporkan kasus cacar monyet yang dikonfirmasi pada 7 Mei 2022, hampir 400 kasus yang dicurigai atau dikonfirmasi telah dilaporkan kepada WHO.
Dalam keterangannya yang dikutip dari Global Times, WHO menyatakan saat ini tidak khawatir terkait penyebaran cacar monyet di luar negara-negara Afrika yang biasanya dapat memicu pandemi global.
Badan kesehatan PBB itu telah menyuarakan keprihatinan atas situasi yang tidak biasa ini, tetapi mereka juga menegaskan kembali bahwa tidak ada alasan untuk panik atas virus ini.
Cacar monyet biasanya menyebabkan gejala seperti flu dan lesi kulit berisi nanah yang biasanya sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu. Namun, penyakit ini dapat membunuh sebagian kecil dari mereka yang terinfeksi. (wwa)