SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera, menyampaikan kritik terhadap wacana perombakan nomenklatur kementerian pada pemerintahan baru mendatang. Menurut Mardani, jika wacana tersebut benar-benar diimplementasikan, perlu ada kajian mendalam dari berbagai sudut pandang, terutama terkait sektor pendidikan.
“Saya agak menolak tentang pembengkakan (nomenklatur) kementerian ini. Seharusnya, reformasi birokrasi itu rumusnya sederhana, yaitu miskin struktur, kaya fungsi. Jangan sampai justru makin banyak struktur, malah koordinasinya jadi berantakan,” ungkap Mardani dalam wawancara virtual di Jakarta, Jumat (10/5/2024).
Pada pemerintahan periode Prabowo-Gibran mendatang, jumlah nomenklatur kementerian diwacanakan akan bertambah menjadi 40 dari sebelumnya 34 pada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf. Penambahan ini bertujuan mengakomodir beban kerja negara yang cukup besar mengingat luasnya wilayah Indonesia dan padatnya jumlah penduduk. Namun, wacana tersebut menimbulkan pro dan kontra di kalangan publik.
Mardani, politisi Fraksi PKS, menekankan bahwa penambahan nomenklatur kementerian, termasuk yang berkaitan dengan sektor pendidikan, belum tentu menjadi solusi yang tepat. Ia mengingatkan bahwa ego sektoral kerap terjadi, dan birokrasi yang gemuk dapat memperumit koordinasi dan efektivitas kerja pemerintah.
“Jangan sampai makin banyak struktur, malah koordinasinya jadi berantakan,” tegas Mardani. “Potensi ini menimbulkan deretan permasalahan, seperti munculnya peraturan perundang-undangan yang tidak harmonis, kewenangan yang saling tumpang tindih (overlapping), dan kecenderungan penyalahgunaan kewenangan.”
Mardani juga mengingatkan bahwa terikatnya birokrasi dengan banyak regulasi yang saling bertentangan dapat menghambat penataan sektor pendidikan. Ia menekankan pentingnya pemerintah memahami akar masalah pendidikan di Indonesia sebelum membuat perubahan struktural yang signifikan.
“Kita perlu ‘start from zero’. Coba lihat lagi penataan pendidikan Indonesia. Pemerintah harus paham dulu dasar dari masalah (pendidikan) ini,” pungkasnya.
(Anton)