SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Setelah cukup lama menunggu dan berdiam diri sejak peristiwa Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap suaminya, I Nyoman Dhamantra, Anggota DPR RI Komisi VI, di Bandara Soekarno Hatta, Banten, Jawa Barat, Laura Dhamantra mengungkapkan bahwa suaminya adalah sosok yang ‘bersih’ dan tak bersalah atas tuduhan korupsi yang ditimpakan kepada suaminya tersebut.
Bahkan Laura Dhamantra menyakini sepenuhnya bahwa sepanjang karier suaminya sebelum masuk di Senayan, Jakarta, pun terbukti memiliki jejak yang bersih dari hal hal seperti itu, baik semasa menjabat di KONI, maupun saat di CMNP atau BPPN, apalagi suaminya pun tercatat selaku Pembina Sabha Pandhita Mahawarga Bhujangga Waisnawa, yang secara adat, agama dan moralitasnya sangat dijaga sebagai seorang panutan.
“Jadi ini jelas bukan perbuatan yang suami saya lakukan, ini ulah para broker yang kerap mendapatkan keuntungan keuntungan demi kepentingan pribadinya, dengan memanfaatkan suami saya, merasa dekat dengan kolega kolega suami saya, juga mengaku ngaku sebagai isteri siri suami saya. Bahkan para broker ini berani menjanjikan pada saya untuk membuat pernyataan pengakuan bahwa suami saya tidak terlibat, yang hingga detik ini hanya memberikan janji janji palsu saja,” tegas Laura Dhamantra, yang didampingi juga oleh Yance Andreas Mada SH, saat memberikan keterangannya.
Secara psikis Keluarga Besar di Bali sangat terganggu dengan informasi yang sangat memojokkan ini, kalau terus kami berdiam diri terhadap pengakuan pengakuan yang mrnyesatkan serta dugaan korupsi yang disangkakan kepada I Nyoman Dhamantra, yang sesungguhnya bukan dilakukannya tetapi di lakukan oleh broker – broker proyek itu, lanjut Laura Dhamantra.
Dan sedikit ditambahkannya, sejak suaminya I Nyoman Dhamantra masuk ke Senayan, justeru banyak aset pribadinya yang terpaksa harus dilepaskannya seperti sejumlah apartemen, kantor maupun sebidang tanah miliknya. Jadi justeru di Senayan inilah suami saya terus bekerja, berjalan dan mengabdi sebagaimana seharusnya ketentuan sebagai anggota Dewan untuk kepentingan masyarakat.
Berdasarkan investigasi yang didapatkan, I Nyoman Dhamantra (IND), Anggota Komisi VI DPR RI, tertangkap OTT KPK setelah sehari sebelumnya KPK telah mengamankan Mirawati Basri, Chandry Suwanda Pemilik PT.Cahaya Sakti Argo, Doddy Wahyudi, Elviyanto, Zulfikar, Lalan Sukma, Nino, Syafig, Made Ayu dan Ulfa . Selain KPK menahan pula dua orang supir berinisial WSN dan MAT. Tim KPK mengamankan uang 50 ribu US$ dari Mirawati Basri dan bukti transfer Rp.2.1 Miliar Doddy Wahyudi ke rekening BCA milik Puteri, Kasir Money Changer Indocev.
Pihak keluarga IND pun menyurati KPK sejak tanggal 9 Agustus 2019 untuk bertemu IND, baru tanggal 19 Agustus 2019 dikabulkan. Hingga hari ke-30 penahanan (9 September 2019), IND “Belum di BAP” sebagai tersangka. Selama itu pula sedikitnya ada 15 titik pengeledahan dan dilakukan penyitaan. Namun pihak IND “Tidak Diberikan Turunan Berita Acara penyitaan/Pengeledahan” -nya oleh KPK.
Tercatat, enam orang dinyatakan tersangka dugaan memuluskan kuota impor sebanyak 20.000 ton bawang putih dengan nilai fee setiap kilogramnya sebesar Rp. 1.700,- – Rp. 1.800,- . Sehingga disepakati angka Rp. 3.6 Miliar untuk Pengurusan Kuota Bawang Putih tersebut. Dan enam tersangka yang diduga terlibat Elviyanto, Mirawati Basri, Doddy Wahyudi, Chandry Suwanda alias Afung, Zulfikar dan IND.
Dikabarkan bahwa Doddy Wahyudi menawarkan bantuan dan menyampaikan memiliki jalur lain untuk mengurus Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SIP) dari Kementerian Perdagangan. Doddy Wahyudi berkenalan dengan Zulfikar yang disebut memiliki sejumlah kolega yang dianggap berpengaruh untuk pengurusan izin tersebut. Zulfikar memiliki koneksi dengan Mirawati Basri dan Elviyanto, pihak swasta yang mengaku ngaku dekat dengan Anggota Komisi VI DPR RI IND, yang lingkup tugasnya di DPR RI membawahi bidang Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, UKM, BUMN, Investasi dan Standarisasi Nasional.
Selanjutnya, Mirawati Basri, Doddy Wahyudi, Zulfikar dan IND pun diduga melakukan serangkaian pertemuan untuk membahas Pengurusan Perizinan Impor Bawang Putih dan Kesepakatan Fee. Dari serangkaian pertemuan itu, IND diduga meminta fee dari Mirawati Basri. Keduanya menyepakati Rp.3.6 Miliar dan komitmen fee sebesar Rp. 1.700,- hingga Rp.1.800,- dari setiap kilogram bawang putih yang di impor. (Berdasar keterangan IND meminta fee sebesar Rp.3.6 Miliar telah dibantah IND, sementara bantahan juga datang dari Mirawati Basri dan juga Elviyanto, red).
Dikabarkan pula, komitmen fee tersebut akan digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20.000 ton bawang putih untuk beberapa perusahaan termasuk perusahaan yang dimiliki Chandry Suwanda alias Afung pemilik PT.Cahaya Sakti Agro, sebuah perusahaan bergerak di bidang Pertanian. Perusahaan ini diduga memiliki kepentingan untuk mendapatkan kuota impor bawang putih.
(Namun dalam catatan yang diperoleh: PT.Cahaya Sakti Agro sudah di blacklist dan Kementerian Pertanian tidak menerbitkan rekomenfasi lagi sejak Januari 2019 lalu, karena PT.CSA selaku importir sesuai dengan Permentan No.38 tahun 2017 memiliki kewajiban melakukan tanam 5% dari volume pengajuan rekomendasi impor, tidak dijalankan. Bahkan telah diberikan pula tenggang waktu hingga 31 Desember 2018, namun perusahaan ini tidak memenuhinya. Jadi bagaimana bisa PT.CSA yang sudah di blacklist terhitung Januari 2019 bisa diberikan kewenangan untik mengimpor bawang putih. IND pun Tidak Kenal dengan Afung pemilik PT.CSA, red)
Dan selanjutnya, Chandry Suwanda dan Doddy Wahyudi diduga bekerjasama untuk mengurus izin impor bawang putih. Namun lantaran perusahaan yang membeli kuota impor dari Chandry Suwanda belum menyetorkan pembayaran maka Chandry Suwanda tak memiliki modal untuk membayar komitmen fee kepada IND. Maka Chandry Suwanda pun meminta bantuan kepada Zulfikar agar memberi pinjaman dana dengan bunga Rp.100 juta per bulan. Dan nanti jika impor terealisasi, Zulfikar akan mendapatkan bagian untuk setiap kilogram bawang itu.
Dari pinjaman Rp.3.6 Miliar yang diberikan Zulfikar, telah terealisasi Rp.2.1 Miliar, dimana Rp.2 Miliar nya rencananya untuk mengurus Surat Persetujuan Impor (SPI), sedangkan yang Rp.100 juta masih berada di rekening Doddy Wahyudi, yang akan digunakan untuk operasional pengurusan perizinan. Metode pembayaran yang disepakati kedua belah pihak pun dilakukan dengan mentransfer melalui rekening kasir Money Changer Indocev.
(pung; foto dok