SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kontestasi politik tak jarang dipandang sebagai momen yang diwarnai praktik korupsi, karena kerap dimanfaatkan sebagai ajang transaksional. Bukan tanpa alasan, hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sektor politik menunjukkan faktor pemenangan pemilihan kepala daerah (Pilkada) nyatanya dipengaruhi oleh modal finansial (politik uang) dengan skala 95,5 persen.
Faktor selanjutnya diikuti dengan modal sosial sebanyak 72,5 persen, faktor popularitas (terkenal) 69,6 persen, hingga faktor petahana sebanyak 66,4 persen. Hal itu dipaparkan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi, Amir Arief, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, pada Senin (16/10/2023) kemarin.
“Semakin lama kontestasi pemilu bukan lagi kontestasi ideologi, tapi kontestasi transaksional. Kampanye dan sosialisasi saja disisipi transaksional yang memakan 71 persen ongkos politik, lalu adanya biaya operasional, biaya saksi, praktik mahar partai yang tinggi, pemenuhan persyaratan dan administrasi, hingga biaya untuk melakukan survei,” sorot Amir.
Selain mengingatkan masyarakat untuk tegas menolak politik uang, KPK juga berpesan agar penyelenggara negara, terutama di Sumbar, tak memberikan iming-iming uang guna meraup suara.
KPK Hadir dalam Sosialisasi Antikorupsi Kepada Anggota DPRD, DPW/DPD, dan Partai Politik Sumatra Barat (Sumbar) dari rangkaian Roadshow Bus Antikorupsi KPK, di Kantor DPRD Sumbar.
“Sejak pertama menyalonkan diri, calon pemimpin harus menunjukkan nilai-nilai integritas. Integritas itu sederhananya adalah, apa yang kita ucapkan, harus sesuai dengan apa yang kita perbuat dan harus sesuai dengan norma. Bekalnya, ialah kejujuran,” jelasnya. (RED)