SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Persoalan penataan ruang mengalami tantangan yang tidak sedikit, baik dari sisi koordinasi antar pemerintahan, penegakan hukum, hingga ketimpangan pembangunan antardaerah. Apalagi dengan lahirnya UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja telah membawa dampak cukup besar bagi daerah terkait dengan sistem penataan ruang dan resentralisasi. Oleh sebab itu, Komite I memandang perlu untuk meninjau langsung persoalan-persoalan penataan ruang dengan melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) ke Palembang Provinsi Sumatera Selatan.
Dalam Kunker ini para Senator yang dipimpin bersama oleh Wakil Ketua DPD RI Yorris Raweyai, Wakil Ketua MPR RI Abcandra M. Akbar Supratman, Ketua Komite I Dr. dr. Andi Sofyan Hasdam dan Senator Tuan Rumah Jialyka Maharani disambut langsung oleh Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru. Sementara Senator yang hadir diantaranya Pdt. Penrad Siagian, M. Sum Indra, Hj. Leni Haryati John Latief, KH. Abdul Hakim, H. Achmad Azran, Aanya Rina Casmayanti, Kondang Kusumaning Ayu, Hj. Ade Yuliasih, TGH. Ibnu Halil, Agustin Teras Narang, Muhammad Hidayattollah, H. MZ Amirul Tamim, Ian Ali Baal Masdar, Bisri As Shiddiq Latuconsina, dan Sultan Hidayatullah. Jajaran stakeholders yang diundang adalah Kepala Kanwil ATR/BPN Sumatera Selatan, jajaran Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Selatan, Forkopimda dan jajaran TNI.
Dalam sambutan di awal acara, Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mengatakan, Sumsel merupakan provinsi yang luas dengan 17 (tujuh belas) kabupaten/kota dan 8,9 juta penduduk. Komoditas utama Sumsel adalah kelapa sawit, karet dan gabah kering yang sebagian besar dimiliki oleh rakyat. Sesuai dengan program swasembada pangan Presiden Prabowo, petak-petak sawah di Sumsel akan ditingkatkan dan hal ini tidaklah mudah karena akan sangat terkait dengan isu penataan ruang, katanya. Selain itu, penetapan kawasan hutan oleh pusat sering pula menjadi ganjalan di Sumatera Selatan. Masalah menjadi semakin kompleks karena wilayah-wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan hutan ternyata adalah kampung-kampung yang sudah lama berdiri, ditambah dengan batas-batas yang tidak jelas pula, tegas Herman Deru.
Kemudian Herman Deru mengatakan, saat ini ada PSN pembangunan Pelabuhan dengan tiga dramaga yang diserahkan kepada Provinsi Sumsel. Kemitraan sudah ada, namun butuh dukungan dari Kemenhub. “kami meminta kepada Komite I untuk memperjuangkan dukungan dari Kemenhub ini agar proyek PSN ini dapat diakselerasi mulai tahun 2026”, Ungkap Herman, Diharapkan juga, karena para Senator ini tidak mewakili partai tetapi langsung mewakili rakyat daerah, maka audiens yang hadir pada acara ini dapat menyampaikan masalah-masalah yang ada secara terbuka agar nanti dapat dibahas langsung di Senayan, pungkasnya.
Ketua Komite I DPD RI Dr. Andi Sofyan Hasdam yang turut memberikan sambutan menekankan pentingnya implementasi perencanaan tata ruang nasional bagi daerah provinsi, kabupaten dan kota. Namun demikian, pengaturan tata ruang yang ada saat ini terutama dalam UU Cipta Kerja cenderung sentralistis sehingga berpotensi menimbulkan instabilitas bagi daerah, apalagi dengan adanya pemotongan Dana Bagi Hasil yang sangat tajam dari 192,3 Triliun menjadi 45,1 Triliun (turun 76,5%). Di samping itu, “realitas masalah lingkungan yang terjadi saat ini juga diindikasikan dari adanya penerapan kebijakan yang melanggar ketentuan penataan ruang”, tegasnya.
Selanjutnya, Kanwil ATR/BPN Provinsi Sumsel yang dimintai pendapatnya juga menjelaskan bahwa kebijakan pemerintah saat ini telah membolehkan produk Rencana Tata Ruang (RTR) dibuka bagi masyarakat untuk memudahkan investasi. Sebelumnya, untuk mendapatkan RTR itu harus menempuh prosedur yang rumit. “RTR saat ini sudah terkoneksi dengan perizinan berusaha sehingga memudahkan para calon investor”, katanya”, katanya. Di samping itu, di Sumsel saat ini terdapat isu mengenai hak ulayat yang secara formal belum diakui. Kita tidak dapat menutup mata karena tanah ulayat menyangkut warisan budaya yang harus dilestarikan. Apabila lahan yang diklaim sebagai tanah ulayat kemudian diterbitkan perizinan diatasnya, maka hal ini dapat menimbulkan konlik pertanahan yang serius.
Dalam kegiatan ini beberapa Senator juga menyumbangkan pemikirannya. Agustin Teras Narang misalnya, menyatakan bahwa dalam membicarakan mengenai penataan ruang ini, maka terdapat tiga isu pokok, yaitu, perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan. Masalah perencanaan dan pemanfaatan banyak terbentur terutama bagi daerah yang kecederungannya adalah kawasan hutan. daerah-daerah tersebut cenderung tidak mampu membuat perencanaan tata ruang. Apalagi perubahan UU Tata Ruang dalam UU Cipta Kerja telah mengeliminir kewenangan-kewenangan yang ada di daerah. Padahal, dalam pemanfaatan ruang tidak mungkin kita mengabaikan peranan daerah. Komite I selalu memperjuangkan bagaimana kepentingan daerah dapat dipertahankan walaupun banyak tantangannya seperti adanya Proyek Strategis Nasional dan Lumbung Nasional yang terkesan mengabaikan kepentingan daerah. Begitu pula mengenai pengawasan, terdapat inkonsistensi dalam penataan ruang. Sampai saat ini belum ada satupun instansi yang mampu melakukan pengawasan penataan ruang secara efektif. “Kami butuh masukan bagaimana implementasi mengenai perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan Penataan Ruang yang sudah berjalan di Provinsi Sumatera Selatan”, pungkas Teras Narang,
Sementara menurut Senator Penrad Siagian, UU Cipta telah Kerja mengamputasi berbagai kewenangan daerah dalam UU No. 26 Tahun 2007, sehingga skema penataan ruang menjadi cenderung terpusat. Skema terpusat tersebut telah menimbulkan ketidakadilan berupa terabaikannya kebutuhan daerah. Masalah perencanaan ruang saja misalnya, sudah bertumpang tindih, dimana perencanaan di daerah mengalami konflik dengan perencanaan di tingkat pusat. Hal ini juga terjadi pada pemanfaatan ruang. Selain itu, masalah pengawasan meninggalkan problem terkait siapa yang sebenarnya berwenang melakukan pengawasan terhadap penataan ruang. Lebih parah lagi, dalam UU Cipta Kerja sangat kurang dalam memperhatikan masyarakat adat sehingga konflik masyarakat adat dengan tanah ulayatnya versus pemerintah sangat tinggi. “Oleh sebab itu, perlu disampaikan problem-problem riil yang ada di Sumatera Selatan ini agar dapat dijadikan studi kasus bagi DPD dalam memperjuangkan kepentingan daerah”, Tutup Penrad.
Senator Tuan Rumah Jiyalika Maharani dalam kesempatan ini juga menyampaikan kerisauannya, bahwa tata ruang merupakan jantung dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan dan terbarukan di semua daerah. Di Sumatera Selatan, pengaturan penataan ruang dalam Perda menyimpan bom waktu terkait persoalan pola dan struktur ruang, ataupun kebijakan alih status fungsi tanah yang tidak sesuai ketentuan plus dibekingi oleh orang-orang kuat. Hal ini sangat berpotensi menimbulkan masalah lingkungan seperti bencana banjir, asap dan sebagainya.
Unsur Forkopimda yang hadir khususnya unsur dari TNI saat didaulat memberikan masukannya, menyoal mengenai ketersediaan lahan untuk pembangunan KODIM dan pengembangan satuan tempur. Hal ini sudah mendapat dukungan dari beberapa Bupati dan tentu saja juga memerlukan dukungan dari Gubernur.
Kegiatan Kunjungan Kerja dalam rangka Pengawasan terhadap UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dipimpin bersama-sama oleh Wakil Ketua DPD RI Yorris Raweyai, Wakil Ketua MPR RI Abcandra M. Akbar Supratman, Ketua Komite I Dr. dr. Andi Sofyan Hasdam, Senator Tuan Rumah Jialyka Maharani dan Gubernur Sumsel Herman Deru di Kantor Pemprov Sumsel. Acara dimulai pukul 10:00 dan selesai pada 12:00 WIB.
(Anton)