SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah berlaku lebih dari 18 tahun. Dalam perjalanannya, pelaksanaan undang-undang tersebut turut dipengaruhi oleh lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang membawa dampak signifikan pada praktik penataan ruang di daerah. Menyikapi dinamika tersebut, Komite I DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada Senin, 15 September 2025. Pertemuan berlangsung di Aula Kantor Bupati Manggarai Barat dengan menghadirkan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, serta unsur Forkopimda setempat.
Rombongan dipimpin oleh Wakil Ketua Komite I DPD RI, Dr. H. Muhdi, S.H., M.Hum, dan diterima langsung oleh Bupati Kabupaten Manggarai Barat, Edistasius Endi, SE. Turut hadir Anggota Komite I, antara lain Bahar Buasan, Abraham Liyanto, K.H. Muhammad Mursyid, Ismeth Abdullah, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna, Frits Tobo Wakasu, dan Sopater Sam. Dari pihak pemerintah daerah hadir Wakil Bupati, Sekretaris Kabupaten, beberapa Kepala Dinas dan Unsur Forkopimda Kabupaten Manggarai Barat, antara lain Ketua DPRD, Perwakilan Polres Manggarai Barat, Kodim 1630, Kejaksaan Negeri, Kepala kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Manggarai Barat. Turut hadir kepala Biro Hukum Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mewakili Gubernur NTT.
Dalam sambutannya, Bupati Edistasius Endi menegaskan bahwa Manggarai Barat yang kini berusia 22 tahun tengah menata pembangunan menuju arah kemajuan. Dalam konteks itu, penataan merujuk pada produk hukum yang dilaksanakan untuk menciptakan kemakmuan rakyat. Pengaturan penataan ruang mestinya wujud menghadirkan marwah negara, instrument pelaksanaan otonomi daerah yang diaplikasikan melalui sinergitas dan kolaborasi antar pemerintahan.
Sambutan dari Anggota DPD RI daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur, Abraham Liyanto, menyampaikan bahwa Komite I hadir untuk menyerap aspirasi daerah, khususnya terkait pemanfaatan ruang laut, tumpang tindih RTRW, sengketa agraria, proyek strategis nasional, serta kurang optimalnya tata kelola ruang publik.
Sementara itu, Dr. H. Muhdi, S.H., M.Hum menekankan bahwa penataan ruang merupakan aspek fundamental bagi pembangunan daerah, termasuk di kabupaten Manggarai Barat. Menurutnya, meskipun UU Cipta Kerja bertujuan mendorong investasi, terdapat risiko melemahnya kontrol terhadap pelanggaran tata ruang, khususnya di kawasan lindung dan ruang terbuka hijau. Ia juga menyoroti sering terjadinya ketidaksinkronan antara RTRW daerah dan RTR Nasional, yang berdampak pada tumpang tindih pemanfaatan ruang.
“DPD RI sebagai representasi daerah memiliki mandat untuk mengawasi pelaksanaan UU Penataan Ruang agar konsisten, adil, dan berpihak kepada kepentingan masyarakat daerah,” tegas Muhdi.
Pada sesi diskusi, Bupati menyampaikan bahwa apakah mesti menunggu 5 tahun untuk menyesuaikan RDTR, temasuk untuk kepentingan usaha ataukah dimungkinkan dilakukan revisi parsial sesuai kebutuhan pembangunan di daerah. Pada kesempatan yang sama, Dinas kelautan dan perikanan mengemukakan bahwa di Manggarai Barat banyak terjadi daerah pesisir. Tekadang pemerintah daerah bingung dalam proses izin kesesuaian penataan ruang laut yang terbagi di beberapa Direktorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tanggapan juga disampaikan oleh pejabat Dinas penanaman Modal dan PTSP yang menyampaikan bahwa investasi hotel merupakan kewenangan pemerintah pusat, sehingga dibutuhkan peran pemerintah daerah dalam konteks perizinan dan pengawasan. Semua ungkapan kepala dinas tersebut dibenarkan oleh Wakil Bupati dan Ketua DPRD Manggarai Barat. Kepala Biro Hukum Provinsi Nusa Tenggara Timur mengamini seluruh aspirasi Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan meminta DPD RI mengartikulasikan dipusat.
Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) dalam tanggapannya menekankan pentingnya Manggarai Barat memperhatikan lingkungannya dengan mengoptimalkan sumber daya manusia lokal. AWK memandang perlunya pelibatan pemerintah daerah dalam seluruh penataan ruang. Regulasi Penataan ruang mestinya mengedepankan desentralisasi dan memperhatikan keadaan lingkungan daerah. Dalam konteks yang sama, Bahar Buasan juga memandang perlunya meningkatkan kualitas SDM untuk memanfaatkan ruang Manggarai Barat. Dikesempatan itu, Ismeth Abdullah menekankan perlunya desentralisasi dalam penataan ruang. Esensinya karena yang memahami daerah adalah pemerintah daerah itu sendiri. Seluruh aspirasi yang diterima pada kunjungan kerja akan diperjuangkan oleh Komite I DPD RI. Sedangkan K.H. Muhammad Mursyid, Frits Tobo Wakasu dan Sopater Sam memandang perlunya DPD mendorong pemerintah untuk lebih koordinatif dalam penataan ruang.
Komite I berharap hasil dari kunjungan ini menjadi bahan penting dalam penyusunan rekomendasi kebijakan. DPD RI berkomitmen untuk mendorong perbaikan regulasi penataan ruang agar lebih sinkron, berpihak kepada kepentingan daerah, dan mendukung pembangunan berkelanjutan di seluruh Indonesia.
(Anton)