SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Komisi XII DPR RI memberikan apresiasi atas keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menginstruksikan agar pengecer LPG 3 kg bersubsidi kembali diaktifkan. Keputusan ini diambil setelah adanya polemik terkait kebijakan pengurangan peran pengecer dalam distribusi LPG 3 kg, yang sempat menimbulkan kepanikan di masyarakat.
Pentingnya Pengecer dalam Menjaga Rantai Distribusi
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi, menyampaikan apresiasi kepada Presiden yang telah menginstruksikan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, untuk mengaktifkan kembali pengecer LPG 3 kg. Kebijakan ini dianggap penting untuk menjaga stabilitas distribusi dan memastikan gas subsidi sampai ke masyarakat dengan lancar.
“Komisi XII DPR RI mengapresiasi kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk tetap mengaktifkan kembali pengecer LPG 3 kg bersubsidi per hari ini dalam rangka tetap menjaga rantai distribusi ke masyarakat,” ujar Bambang di ruang rapat Komisi XII DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2).
Perbaikan Tata Kelola Distribusi LPG 3 Kg
Komisi XII DPR RI juga mendorong pemerintah untuk segera memperbaiki sistem tata kelola distribusi LPG 3 kg agar lebih tepat sasaran ke depannya. Bambang menegaskan bahwa meskipun kebijakan ini penting untuk memastikan distribusi stabil, tata kelola yang lebih efisien tetap harus diperhatikan.
“Kami juga mendukung langkah pemerintah untuk melakukan perbaikan sistem tata kelola pendistribusian LPG 3 kg agar lebih tepat sasaran. Namun dengan tetap memperhatikan rantai pasok dan distribusi tetap stabil untuk masyarakat,” tambah Bambang.
Kritik atas Pembatasan Mendadak
Namun, Komisi XII DPR RI juga mengkritik kebijakan mendadak yang diambil oleh Kementerian ESDM, yang membatasi distribusi LPG 3 kg dengan menghapus pengecer dari mata rantai distribusi pada 1 Februari 2025. Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto menilai kebijakan ini diterapkan tanpa persiapan matang, sehingga memicu kepanikan dan antrean panjang di berbagai daerah.
“Pemangkasan mata rantai distribusi di tingkat pengecer dilakukan tanpa persiapan infrastruktur yang memadai. Ini seperti orang yang biasanya beli beras di warung, kini harus beli langsung di gilingan padi,” kata Sugeng dalam konferensi pers di ruang rapat Komisi XII DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2).
Sugeng menyebut, meskipun pasokan LPG 3 kg masih cukup tersedia di Indonesia, perubahan distribusi yang mendadak menyebabkan fenomena ‘panic buying’ dan kesulitan bagi masyarakat untuk mendapatkan gas tersebut.
“Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan baik, yakni untuk memastikan subsidi LPG 3 kg tepat sasaran. Tapi, pelaksanaannya yang tiba-tiba tanpa uji coba lapangan justru menimbulkan kekacauan di masyarakat,” jelas Sugeng.
Dukungan Terhadap Perbaikan Sistem yang Matang
Sugeng juga menekankan bahwa perubahan dalam distribusi LPG 3 kg harus dirancang dengan matang dan melalui simulasi lapangan terlebih dahulu untuk memastikan tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat. Masyarakat, terutama yang bergantung pada subsidi LPG 3 kg, harus diperhatikan dengan seksama agar tidak dirugikan oleh perubahan tersebut.
“Masyarakat kebingungan. Kementerian ESDM seharusnya melakukan simulasi terlebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan ini agar tidak menimbulkan kegaduhan,” tambah Sugeng.
Dalam APBN 2025, subsidi LPG 3 kg diperkirakan mencapai Rp87 triliun, yang merupakan salah satu alokasi subsidi energi terbesar. Oleh karena itu, setiap perubahan dalam distribusi gas subsidi ini harus diperhitungkan dengan seksama agar tepat sasaran tanpa merugikan masyarakat kecil yang sangat bergantung pada gas subsidi tersebut.
(Anton)