SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Menopause tidak perlu ditakuti, pasti terjadi dan patut disyukuri. Yang penting bagaimana kiat menghadapi menopause pasca usia 40 tahun hingga nenek-nenek.

Pendapat ini disampaikan Dr. dr. Tita Husnitawati M, Sp.OG(K)-Fer, kepada Suaraindonews.com, di Jakarta , Rabu (19/10-2022).
Menurutnya, menopause merupakan perubahan kejadian alamiah yang pasti dialami semua perempuan. Kondisi menopause merupakan kondisi berhentinya siklus menstruasi secara ilmiah. Perubahan hormon pada tubuh perempuan menopause menyebabkan gejala-gejala yang dapat mengurangi kualitas hidup.
“Semua perempuan harus mengenal gejalanya, kapan terjadi agar siap menghadapi sebagai proses alami yang patut disyukuri,” tandasnya.
Selanjutnya dijelaskan, kondisi menopause menyebabkan gejala sindroma metabolik yang terdiri dari obesitas perut yang ditandai oleh lingkar perut lebih dari 80 cm, meningkatnya tekanan darah, dalam pemeriksaan laboratorium menunjukkan profil lemak abnormal dan gula darah yang meningkat. Hal ini terjadi disebabkan konsumsi makanan berkalori tinggi, kebiasaan merokok, dan pertambahan usia.
Risiko perubahan tubuh akibat menopause dapat dihindari dengan kebiasaan hidup sehat yaitu dengan berolahraga teratur, mengonsumsi makanan bernutrisi sehat dan gizi seimbang, serta menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok.
“Jenis olahraga yang tepat adalah olahraga yang membuat lancar atau tidak menghambat pertukaran udara. Aerobik merupakan jenis olahraga yang dianjurkan. Sebaiknya dilakukan setiap hari selama 30 menit, minimal 4 kali seminggu, dengan jenis aktivitas yang disesuaikan usianya,” ujar dokter Tirta, yang juga menjabat sebagai Presiden Perkumpulan Menopause Indonesia (PERMINESIA).
Selain gaya hidup, pengobatan untuk gejala menopause dapat dilakukan dengan pengobatan hormon. “Pengobatan hormon untuk keluhan menopause, bukan pengobatan utama untuk
menopause, lagipula bila ibu yang memiliki sindroma metabolik, obat tersebut tidak bisa digunakan,” tandasnya.
Penelitian terkini membuktikan bahwa pengobatan hormon relatif aman bila diberikan topikal melalui kulit, selaput lendir atau vagina.
Peran keluarga

Sementara itu, menurut Dr.dr Natalia Widiasih, Sp.KJ (K) MPd.Ked, perubahan hormon yang dialami perempuan dalam masa menopause menyebabkan gejala-gejala yang mengganggu produktivitas dan dapat menurunkan kualitas hidup.
Perempuan dalam masa menopause rentan mengalami penurunan berpikir (fungsi kognitif), khususnya berupa penurunan daya ingat dan kelancaran verbal, yang berpotensi menjadi dimensia di kemudian hari.
Estrogen berperan dalam mediasi neurotransmitter di kortesk prefrontal, yang berperan dalam fungsi eksekutif, dengan mengatur pembentukan saraf dan melindungi saraf dari kerusakan dan kematian sel. Estrogen juga berperan dalam regulasi fungsi mitokondria dalam sintesis ATP, yaitu bentuk energi yang dibutuhkan sel.
“Penurunan kadar estrogen mengganggu pembentukan energi otak akibat disfungsi mitokondria yang diikuti dengan penurunan metabolisma otak, deposisi beta amiloid, hilangnya sinaps neuron di otak, dan kemudian menyebabkan penurunan fungsi kognitif hingga dementia,” jelas dr. Natalia.
Selain mengganggu kemampuan kognitif, perubahan hormon juga mengganggu kesehatan mental perempuan di masa menopause. Perempuan menonopause lebih rentan mengalami gangguan mood yang meliputi perasaan gelisah, sensitif, dan perubahan mood yang fluktuatif.
Natalia, menambahkan bahwa penurunan estrogen memegang peran penting dalam perubahan mood. Terkait dengan fungsinya dalam regulasi sintesis dan metabolisme berbagai neutransmitter tersebut pada daerah hipothalamus, korteks prefrontal, dan sistem limbik dapat menyebabkan gangguan mood dan perasaan lelah.
Perubahan mood mood tersebut nantinya dapat berkembang menjadi lebih berat dan menyebabkan gejala kecemasan dan depresi. Gejala kecemasan, jelasnya ditandai dengan perasaan, gelisah, panik, berkeringat, hingga sesak nafas.
Sementara, depresi dapat ditandai dengan perasaan lelah, tidak berenergi, gangguan tidur, konsentrasi yang buruk, dan perubahan berat badan yang dapat memperburuk kualitas hidup. Selain itu, proses penuaan pada fisik perempuan menimbulkan rasa tidak percaya diri dan terbentuknya pandangan negatif pada dirinya.
“Berbagai faktor lain, seperti keadaan ekonomi, dukungan sosial yang rendah, kondisi medis tertentu, riwayat gangguan mental, dan kepribadian individu juga dapat berpengaruh terhadap perubahan mood,” jelas dr. Natalia.
Hubungan dalam keluarga dan pasangan yang baik dapat membantu meringankan stress akibat menopause dan membantu perempuan menjadi lebih resilien dalam melewati fase ini. Peran support system sangat penting dalam membantu perempuan menjalankan masa menopause. “Ketika terdapat disfungsi seksual akibat menopause, pasangan perlu saling mengkomunikasi ekspetasi satu sama lain terkait hubungan seksual. Pasangan juga dapat melakukan couples therapy untuk membantu pasangan agar dapat saling memahami dan membentuk strategi dalam menghadapi perubahan biologis, hormonal, dan psikologis yang sedang terjadi. Beberapa hal yang perlu dibicarakan adalah bagaimana fase menopause ini berdampak pada hubungan, keintiman, seksualitas, dan bagaimana harapan serta ekspektasi terhadap satu sama lain dalam melewati fase ini,” tutupnya. (Aji)