SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Hubungan Rusia dan NATO kembali panas setelah jet tempur aliansi Barat mencegat pesawat nirawak (drone) militer Moskow yang masuk ke wilayah udara Polandia.
Insiden ini disebut sebagai eskalasi langsung pertama sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, dan memicu kekhawatiran dunia akan pecahnya perang terbuka antara dua kekuatan militer terbesar.
Komando militer Polandia menyebut pelanggaran tersebut bukan sekadar insiden teknis, tapi “tindakan agresi yang menimbulkan ancaman nyata bagi keselamatan warga negara.”
NATO dan Pasal 5: Satu Diserang, Semua Bergerak
Kejadian ini kembali menyoroti prinsip pertahanan kolektif NATO, di mana serangan terhadap satu anggota dianggap serangan terhadap semua. Jika Pasal 5 dipicu, maka Amerika Serikat—sebagai tulang punggung aliansi—ikut turun tangan.
Menurut data, AS menggelontorkan anggaran pertahanan hingga US$916 miliar (Rp14,1 kuadriliun) pada 2023, hampir 40% dari belanja militer dunia. Inggris ada di posisi keenam dengan US$74,9 miliar.
“Komitmen AS tetap penting, tetapi Eropa perlu menanggung lebih banyak beban agar Washington bisa mengalihkan fokus ke China,” tulis Washington Post.
Kini, NATO makin kuat dengan masuknya Finlandia (2023) dan Swedia (2024). Tapi masalah tetap ada: amunisi terbatas, industri pertahanan terfragmentasi, hingga sistem persenjataan yang terlalu beragam.
Secara total, kekuatan militer NATO mencakup 3,43 juta tentara aktif, 22.377 pesawat, 1.143 kapal perang, dan hampir 1 juta kendaraan lapis baja.
Rusia: Ekonomi Perang dan Anggaran Jumbo
Di sisi lain, Rusia terus meningkatkan anggaran pertahanannya hingga 120 miliar euro (Rp2,01 kuadriliun) pada 2025—naik hampir 4 kali lipat dibanding 2021.
Saat ini Rusia punya 1,32 juta tentara aktif dengan target 1,5 juta. Dari segi persenjataan, Moskow mengoperasikan 4.292 pesawat, 419 kapal perang, 5.750 tank, dan 131 ribu kendaraan lapis baja. Jumlah itu jelas lebih kecil dibanding total kolektif NATO.
“Ekonomi perang Rusia menghasilkan lebih banyak output dari yang dibutuhkan hanya untuk Ukraina, yang menunjukkan persiapan menghadapi konfrontasi lebih luas,” kata analis militer Jerman kepada UK Defence Journal.
Nuklir: Titik Seimbang yang Menakutkan
Dalam senjata nuklir, Rusia dan NATO nyaris imbang. Rusia punya 5.580 hulu ledak, sementara NATO (AS, Inggris, Prancis) menguasai 5.559.
Al Jazeera menilai, dalam perang konvensional, NATO hampir pasti unggul berkat teknologi dan koordinasi.
“Perbedaan kualitas senjata Barat membuat NATO kemungkinan besar akan menang cepat dalam perang konvensional melawan Rusia,” tulis media itu.
Namun, risiko justru muncul di level nuklir.
“Serangkaian kekalahan dapat memaksa Moskow menggunakan senjata nuklir taktis atau menghadapi kekalahan total,” tambah laporan tersebut.
Dampak Ekonomi Global
Jika perang besar benar-benar pecah, Bloomberg Economics memperkirakan kerugian ekonomi global bisa mencapai US$1,5 triliun (Rp23,1 kuadriliun) hanya di tahun pertama, terutama akibat lonjakan harga energi dan guncangan pasar keuangan.
Dengan insiden Polandia ini, dunia kini dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah ini sekadar “tes batas kesabaran” atau awal dari konfrontasi langsung antara NATO dan Rusia?
(Anton)