SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) melaksanakan kegiatan Webinar Forum Belajar Kebinekaan dengan tema “Kenal Lebih Dekat dengan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”. Acara itu diselenggarakan secara luring dan daring melalui zoom meeting serta disiarkan langsung melalui kanal Youtube Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI, Sabtu (14/10/2023).
Kepala Puspeka, Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami dalam sambutannya menjelaskan bahwa Penghayat Kepercayaan adalah sebuah istilah bagi sekelompok orang atau individu yang memegang teguh pada kepercayaan leluhur bangsa Indonesia yang sudah ada sejak nenek moyang terdahulu.
Ia juga menuturkan, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 2 telah menjamin kebebasan setiap warga negara Indonesia untuk memeluk dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya. Hal itu dipertegas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 yang juga berlaku bagi Penghayat Kepercayaan.
“Hingga saat ini kepercayaan yang masih eksis adalah Kejawen, Sunda Wiwitan, Kaharingan, Parmalim, Marapu, Mappurondo, dan lainnya. Sudah terdapat 178 organisasi kepercayaan dan diperkirakan lebih dari 12 juta penganutnya, namun yang baru terdaftar di Kementerian Dalam Negeri baru sebanyak 102 ribuan orang,” ujar Rusprita dalam keterangannya dikutip di Jakarta, Minggu (15/10/2023).
Sebagai bentuk komitmen dalam mencegah terjadinya intoleransi, Kemendikbudristek terus memberikan pemahaman secara masif tentang penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada masyarakat. Melalui upaya ini, Rusprita menilai dapat meruntuhkan prasangka terkait penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang masih kerap dicap dengan stigma negatif oleh sebagian oknum.
Rusprita berharap, melalui webinar dan konten yang diproduksi oleh Puspeka bisa menjadi bahan edukasi sehingga diskriminasi terhadap peserta didik Penghayat Kepercayaan tidak terjadi. Selain itu, para pemangku kepentingan dapat lebih maksimal memberikan layanan pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan YME bagi peserta didik penghayat kepercayaan.
“Kesadaran tui perlu dibangun bersama karena semua warga negara, apapun identitasnya berhak mendapatkan akses layanan pendidikan. Mari kita semua terus berkolaborasi dalam rangka menciptakan sekolah yang aman, nyaman, menyenangkan, serta bebas dari diskriminasi dan intoleransi,” tegas Rusprita.
Forum Belajar Kebinekaan Episode ke-3 ini menghadirkan dua orang narasumber, yakni Presidium Dewan Musyawarah Pusat Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (DMP MLKI) Bidang Pendidikan, Andri Hernandi serta Kepala Sekolah SMAN 1 Bambang, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, Jasmilawati. Selain itu, hadir pula penampil pupuh yaitu seorang siswi SMP Mutiara 5 Lembang, Windi Ayungingtyas dan penampilan seni tari dari siswi SMPN 1 Bilah Hulu, Firiamika Olifia Gultom. Keduanya merupakan peserta didik penghayat kepercayaan.
Pupuh adalah bentuk puisi lisan tradisional Sunda yang jika di Jawa (disebut juga dengan macapat) yang memiliki pola berupa jumlah suku kata dan bunyi tertentu dalam kalimatnya.
Andri Hernandi menjelaskan secara lengkap mengenai ajaran, ritual, salam, sarana peribadatan, sarana layanan pendidikan dan sosial, serta hal lain mengenai Kepercayaan Terhadap Tuhan YME. “Ritual Kepercayaan pada dasarnya praktik mendekatkan diri kepada Tuhan, mengikuti tradisi-tradisi dari masyarakat itu sendiri serta memiliki ciri khas dari adat istiadat dan budaya sendiri,” ucap Andri.
Ia menyebutkan bahwa banyak hal yang sudah dilakukan oleh MLKI dalam menyosialisasikan informasi yang berkaitan tentang kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. “Saat ini terdapat kurang lebih 12 juta penghayat kepercayaan, 178 organisasi pusat dan 1.000 organisasi cabang,” ungkapnya. MLKI juga ikut andil dalam membuat kompetensi inti dan kompetensi dasar yang akan diajukan kepada kementerian untuk ditetapkan.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMAN 1 Bambang, Jasmilawati, menuturkan bahwa sekolahnya merupakan salah satu sekolah yang telah mengakomodasi peserta didik penghayat kepercayaan. SMAN 1 Bambang sudah memiliki 35 orang alumni penghayat kepercayaan dan saat ini terdapat 24 peserta didik penghayat Mappurondo terdiri dari Kelas X sebanyak 12 orang, kelas XI sebanyak 5 orang, dan kelas XII sebanyak 7 orang. SMAN 1 Bambang juga memiliki 1 orang penyuluh, sebutan bagi tenaga pendidik kepercayaan yang bernama Reing. Ia adalah penyuluh yang sudah tersertifikasi sebagai Penyuluh Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tingkat Ahli oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Sebagai pengambil kebijakan di sekolah, Jasmilawati juga menerangkan langkah-langkah pendekatan yang sering dilakukan terhadap perbedaan agama di lingkungan SMAN 1 Bambang. Seperti mengampanyekan toleransi beragama setiap apel pagi serta menyiapkan fasilitas pendidikan Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang setara dengan agama lainnya.
Ia juga menunjukkan bagaimana dirinya sebagai seorang muslim dapat melayani pendidikan peserta didiknya yang berbeda identitas agama di mana 70 persen peserta didik di SMAN 1 Bambang beragama Kristen, sedangkan 30 persen lainnya merupakan penghayat Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
“Kami juga selalu mendorong peserta didiknya dapat saling membantu dan berkolaborasi meskipun berlatar belakang agama dan suku yang berbeda. Peserta didik yang bersekolah di SMAN 1 Bambang terdiri atas beragam suku seperti suku Mandar, suku Bugis, dan suku Toraja,” katanya.
Adapun regulasi terkait Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berlaku di Indonesia adalah UUD 1945, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan YME pada Satuan Pendidikan, serta Surat Keputusan Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Nomor 57/HR/KR/2022 untuk Capaian Pembelajaran Mata Pelajaran Pendidikan Kepercayaan Kurikulum Merdeka dan Buku Teksnya.
Kemendikbudristek juga sudah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Aturan itu memungkinkan kesempatan dan akses yang lebih merata terhadap layanan pendidikan sehingga setiap peserta didik mendapatkan hak layanan pendidikan agama atau kepercayaan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
Webinar Forum Belajar Kebinekaan Episode ke-3 bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah kekerasan di satuan pendidikan sesuai mandat Permendikbudristek PPKSP, khususnya kekerasan yang bersifat diskriminasi dan intoleransi kepada masyarakat Indonesia yang menjadi penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, warga satuan pendidikan dapat mencintai keragaman untuk pendidikan yang merdeka, beragam, dan setara.
Webinar ini juga diakhiri dengan peluncuran konten yang sudah diproduksi bersama antara Puspeka berkolaborasi dengan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Dit. KMA) dan Masyarakat Adat dan Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI).
Konten berbentuk video edukasi ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas bahwa perangkat pendukung sudah cukup lengkap untuk layanan pendidikan bagi Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, sehingga sudah seharusnya bisa dipenuhi dengan baik. (Akhirudin)