SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 3 orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tahun 2020-2022. Salah satu tersangka yang ditetapkan adalah Direktur Utama Bakti Kominfo berinisial AAL.
“3 orang tersangka tersebut yaitu AAL (Anang Achmad Latif) selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika, GMS selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, YS selaku Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Rabu (4/1/2023).
Ketiga orang tersangka tersebut langsung ditahan. Tersangka AAL dan YS ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung, sedangkan tersangka GMS ditahan di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel.
Sementara itu, peranan para tersangka, yaitu AAL, disebut mengatur agar pemenang tender adalah pihak tertentu.
“Tersangka AAL telah dengan sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain sehingga tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran. Hal itu dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di-mark-up sedemikian rupa,” ucapnya.
Sementara peran tersangka GMS secara bersama-sama memberikan masukan dan saran kepada AAL ke dalam Peraturan Direktur Utama terkait beberapa hal yang diketahui dimaksudkan untuk menguntungkan vendor dan konsorsium. Selain itu, perusahaan GMS dalam kasus ini berperan sebagai salah satu supplier salah satu perangkat.
Sedangkan peran tersangka YS adalah secara melawan hukum telah memanfaatkan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis yang senyatanya kajian tersebut dibuat oleh yang bersangkutan sendiri. Di mana kajian teknis tersebut pada dasarnya adalah dalam rangka mengakomodir kepentingan tersangka AAL untuk dimasukkan ke kajian sehingga terjadi kemahalan harga pada OE.
Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, pada hari ini tim penyidik melakukan upaya penggeledahan di 4 lokasi berbeda yang merupakan tempat tinggal para tersangka. Hal itu untuk memperkuat penyidikan.
Sebelumnya, kasus BTS Kominfo naik ke penyidikan. Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika RI tahun 2020-2022. Kejagung pun telah memeriksa 60 saksi.
“Bahwa pada tanggal 28 Oktober 2022 setelah tim penyelidik memeriksa 60 orang untuk dimintai keterangan berdasarkan ekspose ditetapkan telah terdapat alat bukti permulaan cukup untuk ditingkatkan ke penyidikan,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Kuntadi dalam jumpa pers di Kantor Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2022).
Kuntadi menyebutkan, dari hasil gelar perkara, penyidik menaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan. Penyidik, menurut Kuntadi, telah menemukan adanya bukti permulaan yang cukup tentang adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut.
“Berdasarkan hasil ekspose tersebut, perkara dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan dan guna kepentingan penyidikan, pada 31 Oktober 2022 dan 1 November 2022,” ungkapnya.
Kuntadi mengatakan nilai kontrak pembangunan infrastruktur base transceiver station ini sebesar Rp 10 triliun. Sedangkan kerugian negaranya, kata Kuntadi, ditaksir mencapai Rp 1 triliun. “Rp 10 triliun itu nilai kontrak, kerugiannya mungkin sekitar Rp 1 triliun,” ujarnya. (wwa)