SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono mendukung TNI dilibatkan untuk membantu Polri dalam memerangi teroris di Indonesia mengingat teroris bukan lagi kejahatan biasa. Pemerintah telah memutuskan terorisme masuk kategori kejahatan luar biasa yang membutuhkan penanganan luar biasa pula.
“TNI bisa dilibatkan sepanjang ada permintaan dari Polri, dan lebih penting lagi ada keputusan politik dari pemerintah. Lewat payung hukum itu, dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah terorisme di Indonesia hingga ke akar-akarnya, “ kata Nono Sampono pada diskusi dialog kebangsaan dengan tema ‘Pengaruh Terorisme terhadap Keamanan Pertahanan Nasional’ di media center DPR, Jakarta Rabu (23/5/2018). Hadir pula pengamat teroris Khaerul Fahmi.
Purnawirawan Letjen TNI Marinir menambahkan TNI telah terlatih dalam segala medan dan situasi apapun dan pelibatan TNI harus jelas ditegaskan dalam revisi RUU Terorisme. Dia tak keberatan apabila dihidupkan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) TNI dalam penanggulangan teroris.
“Koopssusgab adalah barang lama dan jika dilibatkan akan mempermudah pekerjaan polisi, “ ujar Komandan Paspampres (2001-2003) dan Komandan Denjaka (1988-1993) itu.
Menurut Nono, tanpa adanya payung hukum, maka aparat tidak dapat melakukan tindakan terhadap ancaman teroris. Karenanya, dalam RUU Terorisme harus ada ada legitimasi aparat menindak pelaku percobaan teror meskipun aksi belum dilakukan. “Harus diatur upaya pencegahan, penanggulangan, dan rehabilitasi, “ kata Nono yang pernah menjadi Ajudan Pangab Jenderal TNI LB Moerdani.
“Kita sudah tahu orang ini pulang dari Suriah dari ISIS. Te tapi tidak bisa diapa-apakan karena belum ada pelanggaran hukum. Sebelum alat-alat negara ini bekerja melakukan tugasnya, payung hukumnya harus ada,” kata Senator dari Provinsi Maluku ini.
Nono menambahkan teroris ini, kalau diungkap intelijen dan kepolisian, basisnya adalah ideologi. “Yang paling berbahaya basis ideologi itu tidak menggunakan atau mengatasnamakan agama tertentu. Tapi yang terungkap seolah mengatasnamakan agama,” katanya.
Sebagai mantan anggota TNI, yang bertugas di kesatuan Marinir dan memiliki pengalaman di lapangan, Nono mengaku paham betul bagaimana TNI menangani teroris yang basis perjuangannya adalah ideologi dan seolah-olah mengatasnamakan agama.
Nono pun mengingatkan dari pengalamannya selama enam tahun sebagai komandan pasukan elite, Detasemen Jalamangka (Denjaka), dalam menangani teroris tidak langsung mengambil tindakan dan asal sikat (refresif).
“Kita bekerja dengan data, termasuk menurunkan intelijen sebelum dilaksanakan operasi. Jadi tidak semata-mata refresif. Jadi kalau pun TNI dilibatkan membantu polisi tentunya harus memenuhi syarat dan patuh kepada UU, termasuk UU Anti Teroris,” kata mantan Kepala Basarnas itu.
Nono Sampono berharap pemerintah dan DPR dapat segera mengesahkan RUU Terorisme sebagai payung hukum dalam penanganan ancaman terorisme di Indonesia. Apalagi saat ini terorisme di Indonesia berkembang menjadi bahaya laten dan telah melibatkan keluarga, terutama anak-anak.
“RUU Terorisme diharapkan mampu dapat menanggulangi masalah terorisme sejak dini, dan dapat mencegah teror bom terjadi, ” kata kata pria kelahiran Bangkalan, Madura, 1 Maret 1953 itu.
Pengamat terorisme, Khaerul Fahmi, berpendapat bahwa saat ini harus diambil perlakuan yang berbeda dalam penanganan terorisme. Karena saat ini terdapat peningkatan kualitas di jaringan-jaringan teroris. “Kejahatan teroris di Indonesia sudah berevolusi, mulai dari pelaku bom bunuh diri yang merupakan laki-laki, sekarang sudah menggunakan anak-anak, “ katanya.(Bams/EK)