SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Kendati menghadapi perubahan teknologi informasi yang cepat, Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bersama seluruh komponen bangsa akan terus meningkatkan peran untuk memberikan perlindungan konsumen di Indonesia. Melalui transaksi perdagangan sistem elektronik, pasar akan semakin banyak pilihan, kesempatan, kenyamanan bertransaksi dan harga yang lebih murah.
Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga Kementerian Perdagangan (Kemendag) Syahrul Mamma mengatakan untuk menjamin pertumbuhan yang berkesinambungan, tidak hanya jaminan ketersediaan barang dan/atau jasa yang diutamakan, tetapi pengembangan digitalisasi juga harus dapat dipercaya dan terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari.
“Saat ini 40 persen penduduk dunia mempunyai akses ke internet dan di masa depan akan terus berkembang, “ ujar Syahrul
Mama dalam sambutannya dalam seminar menyambut Hari Konsumen Nasional (Harkonas) bertema “Membangun Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang Dapat Dipercaya” di kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (20/4).
Harkonas ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 tentang Harkonas. Peringatan ke-6 tahun ini mengambil tema “Gerakan Konsumen Cerdas, Mandiri dan Cinta Produk Dalam Negeri”.
Menurut Syahrul Mamma, tujuan peringatan Harkonas keenam sebagai upaya penguatan dan peningkatan pemahaman konsumen akan arti pentingnya hak dan kewajiban konsumen. Kedua meningkatkan peran pemerintah baik pusat maupun daerah dan seluruh komponen bangsa dalam mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.
Syahrul menegaskan meskipun telah mengalami kemajuan, namun masih terdapat banyak keluhan terhadap belum dipenuhinya hak-hak konsumen, salah satunya terkait dengan digitalisasi. Saat ini konsumen menghadapi beberapa permasalahan di dunia yakni digitalisasi ekonomi yakni transaksi perdagangan melalui sistem elektronik.
Diungkapkan Syahrul, setiap tahun sekitar 500 ribu data dicuri, penyalahgunaan data pribadi sendiri meningkat. Bahkan di beberapa negara, lebih dari separuh penduduk menjadi korban penipuan melalui internet.
“Sebanyak 72 persen konsumen menyatakan mereka tidak mengetahui apa yang terjadi dengan data tersebut. Kemungkinan 28 persen lainnya mempunyai problem yang sama namun tidak menyadari hal tersebut, “ katanya.
Syahrul mengakui saat ini semakin banyak konsumen yang melakukan transaksi online lintas batas, namun konsumen tidak mengetahui kemana akan mengadukan permasalahan apabila produk yang dipesan tidak sampai. “Hasil survei menyatakan 25 persen transaksi online lintas negara mengalami masalah pengiriman atau pembayaran, “ katanya.
Diakui Syahrul upaya perlindungan konsumen selama lebih dari 15 tahun sejak lahirnya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah banyak mengalami kemajuan. Sengketa antara konsumen dan pelaku usaha telah dapat diselesaikan secara murah dan mudah dengan dibentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.
“Standar keamanan barang juga bertambah baik dengan semakin banyaknya produk yang SNI-nya diberlakukan wajib, “ katanya.
Bahkan saat ini kata Syahrul Mamma, jumlah Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang aktif beroperasi di seluruh Indonesia telah mencapai lebih dari 100 LPKSM, walaupun kemampuannya sangat bervariasi dan sebarannya belum merata di seluruh wilayah Indonesia.(EK/Bams)