SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI dari kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Fadel Muhammad, menilai bahwa banyak tugas yang dilaksanakan oleh DPD RI sudah keluar dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai lembaga penyerap aspirasi daerah. Fadel menekankan perlunya penataan kelembagaan DPD agar lebih fokus pada pembangunan daerah.
“Seperti kita ketahui, banyak yang dilaksanakan oleh DPD ini di luar tupoksinya. Maka kita ingin mendudukkan kembali, kita harapkan DPD ini agar betul-betul ikut memberikan perhatian terhadap pembangunan daerah,” kata Fadel usai acara Focus Group Discussion (FGD) MPR RI dengan Forum Aspirasi Konstitusi yang bertema “Penataan MPR-DPR-DPD RI di Masa Depan,” di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2024).
Fadel menambahkan, ke depan, anggota DPD RI harus mampu berkomunikasi lebih baik dengan kepala-kepala daerah untuk menyelesaikan masalah atau kebijakan yang menyangkut kepentingan daerah. “Jadi bicara dengan gubernur, bicara dengan bupati, untuk hal-hal tersebut. Kalau perlu nanti dipanggil mereka (kepala daerah) ke Jakarta kalau ada masalah yang terkait. Dengan demikian, DPD punya fungsi kedaerahan yang lebih menonjol,” tambahnya.
FGD ini dibuka oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan dihadiri oleh Ketua Forum Aspirasi Konstitusi Jimly Asshiddiqie yang juga anggota DPD RI dapil DKI Jakarta, serta sejumlah anggota DPD RI lainnya seperti Yorrys Raweyay dari dapil Papua, Filep Wamafma dari dapil Papua Barat, Angelius Wake Kako dari dapil NTT, dan Agustin Teras Narang dari dapil Kalteng.
Dalam kesempatan yang sama, Fadel Muhammad menyatakan salah satu alasan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu disempurnakan adalah untuk melakukan penguatan terhadap lembaga legislatif. “Salah satu alasan yang membuat UUD NRI 1945 perlu disempurnakan adalah kebutuhan melakukan penguatan terhadap lembaga MPR, DPR, dan DPD RI,” kata Fadel.
Dia menjelaskan bahwa MPR telah mengalami empat tahap perubahan yang menyebabkan tugas dan kewenangannya berkurang secara signifikan, seperti tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara dan kehilangan kewenangan membuat garis besar haluan negara (GBHN). “Perubahan itu menimbulkan efek yang besar. Hilangnya GBHN misalnya, membuat arah pembangunan nasional menjadi tidak jelas. Akibatnya, proses pembangunan tak memiliki arah yang pasti, maju mundur tidak memiliki kejelasan,” ujarnya.
Selain itu, Fadel menilai UUD NRI 1945 juga terlalu kecil memberikan tugas dan wewenang kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Hal ini membuat kehadiran DPD belum memberikan kontribusi signifikan kepada proses pembangunan daerah sehingga banyak yang memandang sebelah mata terhadap kehadiran DPD.
“Karena itu, akan lebih baik jika penataan ulang dan penguatan lembaga legislatif, baik MPR, DPR, maupun DPD, dilakukan melalui amendemen konstitusi, minimal bisa dimulai pada periode MPR yang akan datang,” tuturnya.
Ketua Forum Aspirasi Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai bahwa perubahan kelima terhadap UUD NRI 1945 adalah sebuah keniscayaan karena semakin lama semakin banyak kekurangan yang dirasakan. “Kita tidak boleh anti-perubahan karena amendemen itu adalah suatu keniscayaan. Apalagi usia konstitusi yang kita pakai sudah relatif cukup untuk dilakukan penyempurnaan,” katanya.
Jimly menambahkan bahwa pasal-pasal yang perlu diperbaiki harus didiskusikan secara matang, termasuk penguatan lembaga DPD agar tidak tergesa-gesa. “Yang penting, DPD jangan sampai mengganggu apalagi mengambil alih kewenangan yang selama ini sudah dimiliki DPR. Kalau itu bisa dijaga, niscaya penguatan lembaga legislatif melalui amendemen konstitusi bisa diwujudkan, minimal oleh MPR periode yang akan datang,” kata dia.
(Anton)