SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Anggota DPR RI Komisi XI Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita, mengusulkan agar Indonesia meniru langkah beberapa negara Arab yang mulai membuka kasino untuk menambah pemasukan negara. Menurutnya, ide tersebut bisa menjadi sumber penerimaan negara bukan pajak (PNBP) baru.
“Mohon maaf nih, saya bukannya mau apa-apa, tapi UEA kemarin udah mau jalanin kasino. Coba negara Arab bisa jalanin kasino, maksudnya mereka out of the box gitu kementerian dan lembaganya,” ujar Galih dalam rapat kerja dengan Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan, Kamis (8/5/2025).
Kasino di Indonesia Bukan Hal Baru
Usulan membuka kasino bukan hal asing di Indonesia. Sejarah mencatat, kasino pernah dilegalkan di Jakarta pada 1967 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.
Ali Sadikin menghadapi kesulitan besar: minimnya anggaran untuk membangun Jakarta. Infrastruktur seperti jembatan, sekolah, dan rumah sakit belum tersedia karena dana terbatas. Untuk menambah kas daerah, ia mengambil langkah berani dengan melegalkan perjudian melalui SK Gubernur No. 805/A/k/BKD/1967.
Petak Sembilan Jadi Kasino Pertama
Kasino resmi pertama berdiri di Petak Sembilan, Glodok, lewat kerja sama Pemda DKI dengan seorang pengusaha Tionghoa bernama Atang.
- Kasino ini beroperasi 24 jam nonstop dengan pengawasan ketat aparat.
- Hanya warga keturunan Tionghoa yang boleh berjudi, sementara WNI non-Tionghoa dilarang ikut.
- Pengunjung datang dari berbagai kota seperti Medan, Pontianak, Bandung, hingga Makassar.
Harian Kompas kala itu mencatat, pemerintah mendapat setoran Rp25 juta per bulan dari kasino. Jika dikonversi ke nilai saat ini, jumlah tersebut setara sekitar Rp200 miliar per bulan.
Dari Kasino ke Pembangunan Jakarta
Keuntungan kasino tidak kecil. Uang itu dipakai langsung untuk membangun Jakarta:
- Jalan dan jembatan baru,
- Rumah sakit,
- Sekolah,
- Hingga infrastruktur dasar lainnya.
Bahkan, pada 1977, APBD DKI Jakarta meningkat drastis hingga Rp122 miliar, naik dari hanya puluhan juta sebelum ada kasino.
Kasino juga sempat dibuka di Ancol, yang sama-sama menyumbang pemasukan besar. Selama hampir 10 tahun berjalan, kebijakan Ali Sadikin terbukti mempercepat pembangunan ibu kota.
Berakhir Tahun 1974
Namun, keberadaan kasino akhirnya dihentikan. Pemerintah pusat menerbitkan UU No.7/1974 yang melarang segala bentuk perjudian. Sejak saat itu, kasino resmi di Indonesia ditutup.
Pertanyaan untuk Masa Kini
Usulan Galih Kartasasmita kini membuka kembali perdebatan lama:
- Apakah kasino bisa menjadi solusi untuk menambah pemasukan negara?
- Atau justru menimbulkan masalah sosial baru?
Sejarah mencatat, kasino pernah memberi manfaat besar bagi pembangunan Jakarta. Namun, tantangannya di era sekarang tentu lebih kompleks, baik dari sisi hukum, budaya, maupun dampak sosial.
(Anton)