SUARAIDONEWS.COM, Jakarta-Pemerintah didesak untuk segera memperbaiki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya terkait pengawasan ketenagakerjaan. Hal itu ditekankan, menyusul maraknya tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia, yang jumlahnya diperkirakan jutaan orang.
Desakan itu, disampaikan anggota Komisi IX DPR Mafirion, saat Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR dengan Kementerian Dalam Negeri, Dirjen Imigrasi, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengatakan, pemerintah harus memperbaiki sistem pengawasan tenaga kerja yang selama ini dinilai tidak berjalan maksimal. Tak hanya itu, Mafirion juga menyinggung soal sikap pemerintah yang dianggap tidak baik dalam mensosialisasikannya kepada masyarakat.
“Harus diperbaiki, bagaimanapun pengawasan harus diperbaiki. Kita tahu, pengawasan pemerintah selama ini tidak baik. Pemerintah juga tidak baik dalam mengkomunikasikannya kepada masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu untuk Kementerian Dalam Negeri, dia mempertanyakan soal penjelasan yang dinilai berkutut pada persoalan pendapatan dan retribusi. Mafirion menjelaskan bahwa saat ini yang perlu dibicarakan adalah menyangkut UU Nomor 23 Tahun 2014 yang dinilainya tidak berfungsi dengan baik.
“Kenapa ada kebijakan pemindahan pengawas dari kabupaten ke provinsi, tapi setelah dipindah, pemerintah tidak bertanggung jawab. Kalau begitu bikin PP (Peraturan Pemerintah) saja untuk pengawas itu, makanya kembalikan ke daerah,” ujarnya.
Sebab, dia menambahkan, setelah dipindahkan ke provinsi, para petugas ternyata tidak melakukan pengawasan, karena tidak anggarannya. “Padahal, pemerintah daerah memiliki Rp253 triluin didepositokan, tapi ketika pengawas mau kerja, anggarannya tidak ada, akhirnya mereka tidak bisa bekerja,” ujar Mafirion.
Karenanya, dia meminta agar persoalan seperti itu, ke depannya harus diperbaiki. Jika tidak, katanya, dia meminta agar dikembalikan ke pusat.
“Kembalikan pengawas itu ke Kementerian Tenaga Kerja menjadi UPTP, sehingga bisa dikontrol. Karena ini bukan masalah pendapatan atau masalah retribusi, ini kita menjawab bagaimana menyangkut tenaga kerja Indonesia, karena sekarang ini sudah banyak tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia,” katanya lebih lanjut.
Dia mencontohkan, ada 287 Balai Latihan Kerja (BLK) yang diambil alih oleh pemerintah daerah, namun setelah diambil alih, ujar dia, BLK tersebut justru tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
“Persoalan kita ini persoalan sosial, bukan tenaga kerja. karena pemerintah daerah tidak memperhatikan SDM-nya. Orang berani itu orang yang punya kemampuan. Coba bayangkan, angkatan kerja kita jumlahnya 128 juta, tapi yang kerja 121 juta. Yang 60 juta skillnya rendah,” katanya.(EK/Tjo)