SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Panitia Khusus (Pansus) Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI menggelar Rapat Kerja Gabungan secara virtual dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian PAN-RB, dan Badan Kepegawaian Negara RI untuk membahas penyelesaian permasalahan guru honorer dan tenaga pendidik.
Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI pun mendesak pemerintah mengeluarkan langkah nyata terkait penyelesaian masalah guru-guru honorer dan tenaga pendidik. Karena selama ini permasalahan guru honorer, mulai dari tunjangan, hak, ataupun pengangkatan belum terselesaikan.
“Tunda dulu pembangunan infrastruktur, berhentikan dulu menambah anggaran APBN untuk kereta api cepat. Berhenti menyebut-nyebut dulu tentang pemindahan ibu kota. Prioritaskan ini. Saya kira ini menjadi kebijakan umum yang perlu kita sikapi secara bersama,” ucap Ketua Pansus Guru dan Tenaga Kependidikan Honorer DPD RI, Tamsil Linrung dalam rapat yang dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro, Kepala BKN RI Bima Haria Wibisana, Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB, dan Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata, Rabu (10/11/2021)
Persoalan lain yang dihadapi tenaga pendidik honorer, lanjut Tamsil, adalah penataan dan pemberian kepastian hukum. Menurutnya tenaga pendidik honorer belum memperoleh kepastian hukum, padahal salah satu alasan dilakukannya perubahan UU ASN adalah adanya perlakuan yang tidak adil terhadap tenaga honorer.
“Komnas HAM telah menyampaikan pendapat bahwa Negara sesungguhnya berpotensi melakukan pelanggaran HAM atas pembiaran terhadap guru-guru honorer yang tidak mendapatkan kepastian sebagaimana janji Negara untuk mengangkatnya sebagai ASN,” ucap Tamsil yang merupakan Anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan ini.
Terkait dengan permasalahan anggaran dalam pengangkatan guru honorer, Anggota DPD RI dari Provinsi Maluku, Novita Anakotta mengatakan bahwa di UU APBN Pasal 11 ayat 21, telah diatur terkait 25% alokasi APBN untuk pemulihan ekonomi dan pengembangan SDM dengan nilai kurang lebih 19,6 triliun. Tetapi pemerintah justru lebih memprioritaskan agenda-agenda yang lain dengan nilai anggaran yang jauh lebih besar.
“Kereta api dialokasikan Rp27,7 triliun, penyertaan modal BUMN Rp55 triliun, infrastruktur Rp417 triliun. Berarti ini angka yang sangat kecil untuk seseorang yang berprofesi menghasilkan SDM yang kompeten,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota DPD RI dari Nusa Tenggara Barat, Evi Apita Maya dan Anggota DPD RI dari Nusa Tenggara Timur, Angelius Wake Kako berpendapat harus ada kebijakan khusus dari pemerintah terkait pengangkatan guru honorer. Menurut keduanya, tidak etis jika guru honorer yang telah mengabdi puluhan tahun tidak diangkat karena tidak lulus tes seleksi.
“Kami tentu di Pansus akan mendorong ini sampai ke Presiden Joko Widodo agar bisa mengeluarkan sebuah instruksi untuk nasib teman-teman guru honorer dan tenaga kependidikan ini,” ucap Angelius.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kepegawaian Negara RI Bima Haria mengatakan bahwa saat ini skor pendidikan Indonesia berada di peringkat 10 terbawah. Dia mengatakan, guru honorer saat ini sudah masuk dalam sistem pendidikan Indonesia. Jika guru honorer tersebut diangkat menjadi ASN, maka tidak ada perubahan sama sekali terhadap skor pendidikan tersebut.
“Apakah kita lebih memfokuskan meningkatkan kualitas pendidikan atau pengangkatan tenaga honorer. Karena ini akan menjadi debat yang tidak berkesudahan. Saya kira perlu mengambil jalan tengah, kalau kita ingin menampung tenaga honorer menjadi ASN, perlu ditingkatkan kompetensinya, karena kebanyakan dari mereka belum memenuhi kualifikasi minimum sebagai guru. Masih banyak dari mereka yang di bawah S-1,” tutup Bima. (EK).