SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-DPD RI memberikan keterangan secara virtual atas perkara Nomor 59, 60, dan 64/PUU-XVIII/2020 kepada Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut perihal permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) terhadap UUD 1945.
Hal tersebut dibacakan Wakil Ketua Komite II Hasan Basri yakni bahwa permohonan pengujian yang diajukan Pemohon merupakan pengujian formil dan materiil atas Pasal 169A UU Minerba terhadap UUD 1945. Perkara Nomor 59 dan 60/PUU-XVIII/2020 membahas keterlibatan DPD RI dalam proses pembahasan revisi UU Minerba yang dilakukan sejak Desember 2019 – Mei 2020.
Seperti diketahui DPD RI telah dilibatkan dalam tahapan perencanaan penyusunan Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 dan penyusunan Prolegnas Prioritas Tahun 2020 sesuai dengan mekanisme, prosedur, dan ketentuan peraturan perundang-undangan, jelas Hasan Basri.
Oleh karenanya, penyusunan pandangan dan pendapat terhadap RUU Minerba dilaksanakan berdasarkan Surat Ketua DPR No. LG/04430/DPR RI/III/2020 tertanggal 16 Maret 2020 perihal Pembahasan RUU Minerba yang disampaikan kepada Pimpinan DPD RI. Surat tersebut disertai lampiran RUU dari DPR RI dalam bentuk matriks DIM.
Kemudian, pada tanggal 22 April 2020, Pimpinan DPR RI menyampaikan surat No. LG/05225/DPR RI/2020 perihal Undangan Rapat yang ditujukan kepada Pimpinan Komite II DPD RI dengan agenda pembahasan mendengarkan pandangan dan masukan DPD RI atas RUU Minerba.
“Berdasarkan undangan tersebut, Panja Minerba Komisi VII DPR RI dengan Pimpinan Komite II DPD RI pada tanggal 27 April 2020 melaksanakan rapat secara virtual,” kata Hasan Basri, Rabu (21/10/2020)
Rapat tersebut dihadiri seluruh jajaran Pimpinan Komite II DPD dan DPD RI berkesimpulan bahwa dalam tahapan penyusunan Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 dan penyusunan Prolegnas Prioritas Tahun 2020, DPD RI telah dilibatkan sesuai dengan mekanisme, prosedur, dan ketentuan perundang-undangan. Sekaligus pandangan dan pendapat di rapat Panja DPR RI dalam tahapan pembahasan RUU Minerba tersebut.
Terkait perkara Nomor 64/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian Pasal 169A UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Minerba terhadap UUD 1945. Tercatat bahwa Pasal 169A tidak mereduksi kewenangan Pemerintah Daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam hal memberikan jaminan perpanjangan IUPK kepada pemegang KK atau PKP2B yang masa kontrak atau perjanjiannya telah berakhir.
“Hal ini berdasarkan atas pelaksanaan teknis dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba terkait perpanjangan IUPK tidak memberikan ketentuan kehadiran Pemerintah Daerah di dalam prosesnya, baik secara teknis maupun administratif. Sehingga, ketentuan yang diatur dalam Pasal 169A masih menggunakan konsep yang sama dengan aturan sebelumnya atau yang selama ini berjalan di bawah naungan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba,” jelas Hasan Basri lebih lanjut.
Wakil Ketua Komite II DPD RI ini pun menambahkan bahwa ketentuan yang diatur dalam Pasal 169A juga tidak mengandung unsur diskriminasi antara Badan Usaha swasta mana pun dalam hal memperoleh IUPK.
Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Minerba di mana badan usaha yang berhak memperoleh IUPK yaitu BUMN, BUMD, dan Badan Usaha Swasta juga mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan jaminan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian selama badan usaha tersebut merupakan pemegang KK atau PKP2B tegasnya.
Jadi, keterlibatan badan usaha swasta dalam mengelola dan memanfaatkan daerah pertambangan masih diperkenankan dengan batasan-batasan tertentu yang diatur oleh Pemerintah dan bersifat sementara sebagaimana yang menjadi maksud dari Pasal 33 UUD 1945, di mana Mahkamah berpendapat bahwa ketentuan Pasal 33 UUD 1945 tidaklah menolak privatisasi, asalkan privatisasi itu tidak meniadakan penguasaan negara.
“Sehingga, DPD RI berkesimpulan bahwa ketentuan Pasal 169A tidak bertentangan dan masih sesuai dengan amanat Pasal 18A ayat (2), Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (3) UUD NRI 1945,” tutup Hasan Basri.
(Tjo; foto dok dpdri)