SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – “Berbagai negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin juga memiliki suara sastra yang mampu menyeimbangkan dominasi Barat.”
Di tengah dominasi wacana sastra dengan kiblat Amerika Serikat dan Eropa, BRICS Literature Award menegaskan pentingnya suara alternatif dari Global South, termasuk Indonesia, yang menawarkan perspektif sejarah, luka sosial, dan imajinasi berbeda.
Demikian dikatakan Denny JA ketika ia membenarkan menerima surat konfirmasi memperoleh penghargaan BRICS Award for Literary Innovation, yang akan diberikan di Khabarovsk, Rusia, akhir November 2025.
BRICS Literature Award, yang dibentuk pada Forum Traditional Values 2024, menyeleksi penulis melalui longlist, shortlist, lalu penentuan pemenang oleh dewan juri lintas negara yang menilai kontribusi karya terhadap nilai dan jiwa bangsa.
Surat dari panitia BRICS Award ia terima dua kali. Pertama, lewat Sastri Bakry, Koordinator BRICS Indonesia. Kedua, surat resmi dengan stempel dari Kepala Direksi Festival Seni Internasional BRICS: Ostroverkh–Kvanchiani Aleksandr Igorevich.
Sebelumnya, Denny JA beberapa kali diwawancarai panitia soal puisi esai, sastra, dan pandangannya mengenai mengapa budaya yang tumbuh dari Global South ini penting.
“Sejauh yang saya pahami,” ujar Denny, “ada dua penghargaan sastra dari BRICS. Namun saya tak mengetahui siapa pemenang penghargaan lainnya, dan dari negara mana.”
Penghargaan ini diberikan kepada Denny JA karena kontribusinya dalam melahirkan dan mengembangkan genre puisi esai.
Ini merupakan sebuah inovasi sastra yang menggabungkan unsur liris, naratif, dan data faktual dalam satu tubuh karya. Genre ini, yang diperkenalkan pada tahun 2012, kini berkembang menjadi gerakan literasi yang melampaui batas negara, dibahas dalam ruang akademik, dan dirayakan melalui festival serta penghargaan regional.
“Undangan itu terasa bukan sekadar pemberitahuan administratif,” ujar Denny JA. “Ia datang sebagai pengakuan sunyi tetapi besar, bahwa eksperimen kecil yang saya mulai bertahun-tahun lalu ternyata menggema hingga ke panggung internasional.”
Ini sebuah apresiasi dari BRICS, organisasi global yang mewakili 45% populasi dunia.
Puisi esai dimulai dari sebuah pertanyaan sederhana: bisakah puisi menjadi indah sekaligus faktual, naratif, dan menyuarakan luka sosial?
Eksperimen itu berkembang menjadi bentuk baru sastra Indonesia yang:
- memadukan estetika puisi dengan kedalaman laporan sosial,
- menciptakan ruang dokumentasi bagi tragedi dan harapan,
- melahirkan komunitas penulis lintas generasi,
- dan menginspirasi festival regional seperti ASEAN Poetry Essay Festival, yang tahun ini diselenggarakan di Malaysia.
Denny JA menegaskan bahwa inovasi sastra tidak cukup hanya diciptakan, tetapi harus dibangun ekosistemnya. Melalui Denny JA Foundation, ia mendirikan dana abadi untuk memastikan genre puisi esai terus bertumbuh melampaui dirinya.
“Kadang, langkah kecil yang kita ayunkan sendiri tanpa sorotan, ternyata membentuk jalan yang dilihat dunia,” ujar Denny JA.
Acara penghargaan di Khabarovsk pada 25–30 November 2025 menampilkan juga:
- pameran seni multidisipliner,
- festival fotografi,
- kelas master sinematografi,
- pesta film pemenang BRICS Film Festival,
- serta pertunjukan reenactment sejarah dan pemutaran khusus film besar yang akan dirilis tahun 2026.
Penghargaan ini semakin memperkuat posisi Indonesia di peta sastra dunia, menunjukkan bahwa inovasi artistik tidak lagi didominasi oleh pusat-pusat kebudayaan Barat.
Namun bagi Denny JA, yang paling berarti bukan megahnya festival, melainkan pesan yang tersirat dari penghargaan itu: bahwa sastra Indonesia, melalui puisi esai, telah menembus panggung global.
“Penghargaan dapat pudar oleh waktu,” kata Denny JA. “Namun karya yang lahir dari kejujuran akan menemukan jalannya sendiri—ke tangan siapa pun yang membutuhkannya.”
(Anton)




















































