SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin menjelaskan, harga tahu-tempe akan naik sekitar 10%-20% pada Senin (4/1/2021), setelah melakukan mogok poduksi selama tiga hari dari Jumat (1/1/2020) hingga Minggu (3/1/20210.
Produksi tahu-tempe akan dimulai Senin (4//2021), dengan ketentuan harga tahu-tempe akan naik di pasaran.
“Hari Senin, tahu dan tempe akan ada lagi di pasar dengan harga yang berbeda, kira-kira naik maksimal 20%,” kata Aip di Jakarta, Minggu (3/1/2021).
Ia menerangkan, sebelumnya harga tahu dan tempe yang biasa beredar di pasaran ialah Rp 2.500-3.000 per potong, dengan berat sekitar 250 gram.
“Tahu-tempe yang di pasar sepotong kecil kan harganya Rp 2.500-3.000, itu beratnya 250 gram. Jadi satu Kg rata-rata Rp 11.000,” jelasnya.
Dengan kenaikan ini, maka diperkirakan harga tahu-tempe per per potong naik Rp 14.000-15.000/kg. Dalam perhitungan , maka diperkirakan harga tahu dan tempe akan naik menjadi Rp 3.500-4.000 per potong.
“Kami ini hanya ingin naik paling tidak naik 10-20%, itu kira-kira Rp 14.000-15.000/Kg,” papar Aip.
Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku tahu dan tempe, yakni kedelai dari kisaran Rp 6.100-6.500 per Kg, menjadi sekitar Rp 9.500 per Kg.
Meski harga kedelai naik drastis, para perajin mengaku kesulitan menaikkan harga jual di pasar. Sehingga menimbulkan beban produksi bagi perajin.
Kenaikan itu pun sudah terjadi lama, namun para produsen kesulitan menaikkan harga tahu dan tempe di pasaran. Para produsen pun secara individual sudah mencobanya, tapi kurang berhasil. Namun, praktiknya di lapangan tak berjalan mulus.
“Hubungan kami, perajin dengan pedagang pasar itu sudah puluhan tahun, jadi sudah seperti saudara. Dan ketika mau menaikkan itu susah karena mereka keberatan, apalagi melihat kondisi ekonomi lagi susah. Jadi mau menaikkan sendiri-sendiri kan susah, akhirnya kita sepakat kita berhenti dulu produksi,” tutur dia.
Oleh sebab itu, para produsen tahu-tempe sepakat berhenti produksi, dan akan kembali produksi lagi dengan harga yang sudah dinaikkan secara serempak.
Seperti diketahui, Berdasarkan keterangan resmi Kementerian Perdagangan (Kemendag), pada Desember 2020 harga kedelai dunia tercatat sebesar US$ 12,95/bushels, naik 9% dari bulan sebelumnya yang tercatat US$ 11,92/bushels.
Berdasarkan data The Food and Agriculture Organization (FAO), harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 tercatat sebesar US$ 461/ton, naik 6% dibanding bulan sebelumnya yang tercatat US$ 435/ton.
Sekretaris Jenderal Kemendag Suhanto menerangkan, kenaikan harga kedelai disebabkan oleh tingginya permintaan dari China kepada Amerika Serikat (AS) selaku eksportir kedelai terbesar dunia.
Pada Desember 2020 permintaan kedelai China naik 2 kali lipat, yaitu dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kontainer di beberapa pelabuhan Amerika Serikat, seperti di Los Angeles, Long Beach, dan Savannah sehingga terjadi hambatan pasokan terhadap negara importir kedelai lain termasuk Indonesia.
“Untuk itu perlu dilakukan antisipasi pasokan kedelai oleh para importir karena stok saat ini tidak dapat segera ditambah mengingat kondisi harga dunia dan pengapalan yang terbatas. Penyesuaian harga dimaksud secara psikologis diperkirakan akan berdampak pada harga di tingkat importir pada Desember 2020 sampai beberapa bulan mendatang,” tutur Suhanto pada 31 Desember lalu. (wwa)