SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Siapa sangka, di tengah obrolan serius antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dan koleganya dari Amerika Serikat, Scott Bessent, muncul satu nama yang biasanya nongkrong di rak mainan, bukan di meja perundingan: Barbie. Yup, si boneka pirang berleher jenjang ini ternyata bukan cuma jagoan fashion, tapi juga jagoan ekspor Indonesia!
Dalam momen yang mungkin bikin para pejabat ekonomi ternganga, Bu Sri bilang, “Amerika impor Barbie paling banyak dari, dan produser terbesar dari, memang dari Indonesia.” Lah, kok bisa? Indonesia, negara dengan populasi pecinta bakso dan sinetron azab, ternyata punya peran besar di balik kilau plastik Barbie yang mendunia.
Dari Pabrik ke Rak Walmart
Ternyata, selama ini banyak Barbie yang kamu lihat di toko mainan Amerika itu lahirnya bukan di Malibu, tapi di pabrik-pabrik di Karawang atau Bekasi. Ya, Indonesia itu semacam “ibu kandung” dari boneka Barbie versi North America. Boneka yang kamu sangka jetset itu, sebenarnya dari kampung juga, cuma pas udah dibungkus plastik langsung jadi seleb internasional.
Tapi jangan langsung senang dulu. Ekspor Barbie kita fluktuatif kayak hubungan LDR: kadang tinggi, kadang nyungsep. Tahun 2020 sempat cetak rekor US\$154 ribu, tapi dua tahun berikutnya malah jeblok. Tahun 2023 cuma nyisa US\$14 ribuan aja. Duh, Barbie-nya ngambek atau gimana nih?
Cantik-cantik Banyak Drama
Di balik rambut pirangnya yang klimis dan wardrobe yang lebih lengkap dari lemari fashion influencer, Barbie juga menyimpan drama. Dulu, ada laporan dari NBC tahun 1996 yang bilang anak-anak umur 13 tahun di Indonesia sempat jadi penjahit pakaian Barbie untuk shift malam. Gaya Hollywood, tapi keringatnya lokal.
Sisi gelap industri mainan ini sering luput dari radar, padahal di balik satu boneka yang bisa split, ada cerita buruh, upah murah, dan kerja lembur. Jadi, Barbie bukan sekadar mainan, tapi juga simbol rumitnya globalisasi.
Dari Mainan Jadi Senjata Diplomasi
Tapi jangan salah, di tangan Indonesia, Barbie bisa jadi alat diplomasi ekonomi yang manis. Di saat negara lain sibuk ekspor batu bara dan kelapa sawit, kita punya kartu as: boneka glamor berstandar internasional. Sri Mulyani bahkan bilang, menjelang musim belanja Natal di AS, kita harus jaga industri mainan tetap stabil. Soalnya kalau perang dagang makin panas, harga Barbie bisa ikutan naik, dan anak-anak bisa ngamuk minta hadiah yang lebih mahal.
Barbie: Bukan Sekadar Mainan
Jadi ya, jangan remehkan si boneka plastik satu ini. Dari rak mainan sampai meja negosiasi internasional, Barbie membuktikan bahwa kecantikan dan strategi bisnis bisa sejalan. Siapa tahu, di masa depan, kita nggak cuma ekspor boneka, tapi juga nilai tambah, kerja layak, dan kisah sukses industri kreatif.
Kalau ada yang bilang diplomasi itu soal senjata dan minyak, bilang aja: “Kami punya Barbie.”
(Anton)