SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menggelar Kompetisi Debat “Penegakan Hukum Pemilu” V Antar Perguruan Tinggi se-Indonesia Tahun 2025 di Mercure Hotel Ancol, Jakarta Utara, pada 25–29 November 2025. Sebanyak 24 perguruan tinggi dari berbagai daerah ambil bagian dalam ajang tahunan tersebut.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, ada tiga isu utama yang diperdebatkan para peserta terkait hukum pemilu.
“Ada tiga hal yang kita perdebatkan. Apakah hukum pemilu ini bermanfaat? Apakah memberikan kepastian? Dan yang ketiga, apakah keduanya melahirkan keadilan pemilu?” ujar Bagja saat membuka kegiatan, Selasa (25/11/2025).
Bagja menegaskan bahwa hukum dan politik tidak dapat dipisahkan. Setiap pasal hukum, menurutnya, pasti memiliki latar belakang politik.
“Hukum dan politik ibarat daging dan tulang. Tidak ada pasal hukum yang tidak dilatarbelakangi politik. Di sinilah kita akan berdebat. Pemilu adalah sarana mengantarkan kekuasaan,” jelasnya.
Ia menyebut, dengan memahami hukum pemilu, mahasiswa dapat melihat bagaimana kekuasaan berjalan dan bagaimana seharusnya hukum menjadi batas tegas dalam proses tersebut.
“Kekuasaan tidak boleh lewat dari hukum,” tegasnya.
Menurut Bagja, keadilan dalam hukum pemilu tidak bisa dilepaskan dari unsur manfaat dan kepastian hukum itu sendiri.
“Ketika ada keadilan hukum, pasti ada kepastian atau kemanfaatan. Nah, pilihan debatnya ada di sana. Esensi yang diperdebatkan para peserta ada di situ,” tambahnya.
Bagja berharap perdebatan tahun ini mampu menghadirkan gagasan-gagasan menarik seperti penyelenggaraan kompetisi sebelumnya. Ia bahkan menilai kemampuan sebagian peserta setara dengan akademisi tingkat lanjut.
“Dari debat-debat sebelumnya, ada mahasiswa yang sebenarnya sudah layak menyandang gelar master. Bahkan mungkin sudah pantas menempuh S3 karena perdebatannya sangat esensial,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota Bawaslu RI Puadi menyampaikan bahwa kompetisi ini bukan sekadar ajang akademik, melainkan ruang untuk menguji gagasan terkait penegakan hukum dan keadilan pemilu.
“Debat ini bukan sekadar kompetisi akademik. Ini adalah laboratorium demokrasi,” kata Puadi dalam sambutannya.
Menurutnya, masa depan demokrasi Indonesia sangat ditentukan oleh kemampuan generasi muda menjaga integritas pemilu.
“Integritas pemilu tidak hanya soal aturan. Tapi bagaimana meningkatkan pemahaman publik, melibatkan akademisi sebagai mitra edukasi, mendorong kajian kritis, dan memastikan sistem hukum pemilu terus berkembang,” tegasnya.
Puadi mengingatkan peserta agar menyampaikan argumen berbasis data dan riset.
“Pertama, tampilkan argumentasi yang berbasis riset, bukan asumsi,” ujarnya.
Ia juga meminta agar kompetisi berlangsung sportif dan menjunjung etika debat.
“Jadikan ruang ini tempat adu gagasan, bukan adu ego. Belajarlah menghormati pendapat yang berbeda. Itulah inti demokrasi,” tambahnya.
(Anton)



















































