SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Pemerintah menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 telah berfungsi secara optimal sebagai peredam krisis atau shock absorber di tengah lonjakan tekanan ekonomi dan geopolitik global. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa meski Indonesia menghadapi tekanan berat di semester pertama 2024, stabilitas ekonomi nasional berhasil dijaga hingga akhir tahun berkat peran strategis APBN.
Dalam pidatonya pada Rapat Paripurna DPR RI ke-24 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025 di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (15/7/2025), Sri Mulyani menyoroti pentingnya peran APBN sebagai instrumen utama dalam melindungi masyarakat dan menjaga daya beli, terutama saat harga pangan melonjak tajam dan gejolak pasar keuangan terjadi. Ia menyebutkan bahwa pada awal 2024, berbagai tekanan muncul akibat konflik geopolitik seperti perang di Ukraina dan Timur Tengah, serta ketegangan antara Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia. Kondisi ini diperparah dengan dampak El Nino yang mendorong harga minyak mentah dunia mencapai USD91,2 per barel dan menyebabkan inflasi pangan menembus 10,3 persen pada Maret 2024.
Gejolak global tersebut turut memengaruhi perekonomian dalam negeri. Nilai tukar rupiah sempat melemah ke level Rp16.486 per dolar AS, dan IHSG jatuh ke titik terendah 6.726,9. Di saat yang sama, penerimaan negara mengalami kontraksi 6,2 persen secara tahunan pada semester pertama 2024. Meski demikian, pemerintah tetap menggencarkan belanja negara yang tumbuh 11,3 persen, terutama untuk program stabilisasi harga dan pasokan pangan, bantuan mitigasi risiko pangan, serta stimulus ekonomi. Kebijakan ini terbukti menjaga daya beli masyarakat dan menopang aktivitas ekonomi nasional.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa hingga akhir tahun 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat positif sebesar 5,03 persen. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh konsumsi rumah tangga sebesar 4,94 persen dan pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sebesar 4,61 persen. Inflasi berhasil ditekan ke angka 1,6 persen, jauh di bawah target dalam APBN sebesar 2,8 persen. Sementara itu, defisit APBN yang semula diproyeksikan melebar hingga 2,70 persen terhadap PDB, berhasil ditutup di angka yang lebih rendah, yakni 2,30 persen.
Efektivitas kebijakan fiskal juga terlihat dari penurunan tingkat kemiskinan ekstrem yang turun menjadi 0,83 persen, serta tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang menyusut ke 4,91 persen per Agustus 2024. Menurut Sri Mulyani, capaian ini merupakan hasil nyata dari sinergi kuat antara kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif dan saling melengkapi.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan menjaga stabilitas ekonomi tidak lepas dari peran APBN sebagai instrumen kebijakan yang tidak hanya responsif terhadap krisis, tetapi juga inklusif dan berkelanjutan. Pemerintah pun siap melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertanggungjawaban Pelaksanaan (RUU P2) APBN 2024 ke tahap selanjutnya. Di tengah dinamika global yang terus berubah cepat, APBN tetap menjadi alat utama pemerintah dalam menjaga perlindungan sosial dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
(AM)