SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Polemik dugaan ijazah palsu Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani terus melebar. Setelah sebelumnya melaporkan Arsul ke Bareskrim Polri, kini Aliansi Masyarakat Pemantau Konstitusi juga mengadukan Komisi III DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Aduan tersebut disampaikan langsung oleh Koordinator Aliansi, Betran Sulani, dan anggota aliansi, Muhammad Rizal, di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Rizal menjelaskan bahwa laporan tersebut berkaitan dengan dugaan kelalaian Komisi III saat melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Arsul Sani sebagai Hakim MK pada 2023. Menurutnya, proses seleksi seharusnya bisa mendeteksi lebih awal jika terdapat dugaan masalah pada latar belakang pendidikan kandidat. Aliansi itu juga menyebut laporan ini didasarkan pada pemberitaan di Polandia tentang dugaan penerbitan ijazah palsu oleh Collegium Humanum–Warsaw Management University, tempat Arsul menempuh studi doktoral.
Aliansi menegaskan bahwa laporan ini ditujukan kepada Komisi III secara kelembagaan, bukan perseorangan. Mereka meminta MKD memanggil pimpinan maupun anggota Komisi III untuk memberikan keterangan terkait dugaan kelalaian tersebut. Meski begitu, Rizal mengaku masih harus melengkapi sejumlah berkas administrasi yang diminta MKD sebelum laporan diproses lebih lanjut.
Sebelumnya, pada 14 November 2025, aliansi yang sama juga mendatangi Bareskrim Polri untuk melaporkan Arsul Sani secara langsung atas dugaan penggunaan ijazah palsu program S3. Namun hingga Minggu, 16 November, laporan tersebut belum resmi diterima karena masih menunggu penjadwalan ulang oleh Bareskrim.
Menanggapi tuduhan tersebut, Arsul Sani membantah keras dugaan penggunaan ijazah palsu. Ia menunjukkan dokumen-dokumen pendukung seperti disertasi, ijazah asli, dan foto-foto wisudanya di Warsawa, Polandia. Arsul menyebut dirinya resmi menyelesaikan studi doktoral di Collegium Humanum dengan disertasi berjudul “Re-examining the considerations of national security and human rights protection in counterterrorism legal policy: a case study on Indonesia post-Bali bombings”. Ia bahkan menyampaikan bahwa Duta Besar Indonesia untuk Polandia saat itu, Anita Lidya Luhulima, hadir langsung dalam upacara wisudanya pada 2023.
Polemik ini diperkirakan masih akan berlanjut, menunggu proses klarifikasi resmi dari MKD, Bareskrim, dan pihak terkait lainnya.
(Anton)

























































