SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Galeri Nasional Indonesia bekerja sama dengan Kelompok Refreshink! Printmaking menggelar Pameran Seni Grafis bertajuk Yes, The Future Has Been Sold. Dikuratori Asep Topan, Ibrahim Soetomo, Bagus Purwoadi, dan Syaiful Ardianto yang menampilkan 11 karya 7 seniman, diantaranya Aprilia Apsari, Daniella F. Praptono, Hauritsa, Henry Foundation, Mushowir Bing, Putri Ayu Lestari serta Reza Afisina. Karya-karya tersebut dapat dinikmati publik pada 28 Juli – 18 Agustus 2017 di Gedung D Galeri Nasional Indonesia.
Yes, The Future Has Been Sold mengolah gagasan mengenai ‘masa depan’ yang tidak hanya sebagai waktu yang akan datang, melainkan juga sebuah gagasan atau konstruksi kebudayaan yang diimajinasikan. Dan ‘mengimajinasikan masa depan’ ini cenderung menekanan pada konsep-konsep kecepatan, akselerasi, produktivitas, dan istilah-istilah lain yang merepresentasikan kejayaan teknologi dan industrialisasi.
Alhasil, pameran kelompok ini hadir mengeksplorasi kekaryaan beragam yang didasari oleh prinsip-prinsip seni grafis. Seni grafis merupakan cabang dari seni rupa yang proses pembuatannya menggunakan teknik cetak. Hadirnya seni grafis di Indonesia ditandai salah satunya oleh karya cukil lino Mochtar Apin mengukuhkan kemunculan itu melalui artikelnya yang berjudul Satu Cabang Lagi Terpenuhi (1948). Dalam perkembangannya, keberadaan seni grafis semakin dikenal oleh masyarakat luas karena telah mengisi majalah-majalah kebudayaan, seperti Zenith dan Budaya.
Refreshink! Printmaking terbentuk pada tahun 2011 terdiri dari kurator, penulis, dan seniman grafis yang merupakan alumni seni grafis Institut Kesenian Jakarta. Kelompok ini terbentuk karena keinginan untuk memperluas praktik serta jejaring antar kelompok seni grafis di luar maupun dalam Jakarta, sehingga Refreshink! Printmaking sering menyelenggarakan pameran bersama dan lokakarya bagi publik.
Refreshink! dibentuk dengan harapan dapat menyegarkan dan mempopulerkan kembali seni grafis bagi publik melalui pameran seperti ‘PRINT:PROCESS’, Ruru Gallery, Jakarta; ‘Pasar?’, Galeri Soemardja, Institut Teknologi Bandung, Bandung; ‘Tak Kenal Maka Tak Sayang’, Japan Foundation, Jakarta; dan ‘Fresh From The Oven’, Galeri Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta, Jakarta.
Sebagai cataran kurator bahwa dalam seni dan budaya, konsep mengimajinasikan masa depan dapat dilihat pada awal abad 20 di Italia, ketika gerakan Futurisme menolak apa yang terjadi di masa lalu, dan mengglorifikasi konsep kecepatan, akselerasi, produktivitas, serta istilah-istilah lain yang merepresentasikan kejayaan teknologi dan industrialisasi saat itu. Dimana masa depan akan selalu berkaitan dengan perkembangan-perkembangan yang terjadi baik dari segi budaya, sosial, sampai kehidupan sehari-hari.
Pada akhirnya, imajinasi akan masa depan dapat menjadi sebuah kepastian, harapan, juga usaha pencegahan atas situasi-situasi yang telah atau sedang terjadi di sekitar kita. Kemungkinan-kemungkinan tersebut didasari oleh pengamatan dan pengalaman manusia dalam melihat kondisi pribadi dan sosialnya. Melalui karya-karya para seniman dalam pameran ini didapati bahwa masa depan tak bisa meng-ada tanpa adanya masa lalu (the past), dan yang sekarang. Pada akhirnya, konsep masa depan yang telah diciptakan para seniman di pameran ini dapat terjadi kapan saja, dan untuk siapa saja.
(tjo; foto ist