Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) menyatakan, sedang melakukan pembicaraan dengan Pemerintah Inggris mengenai varian virus corona yang paling baru. Virus corona terbaru ini diyakini menyebar lebih cepat, tapi dinilai tidak lebih mematikan.
Varian baru atau mutasi virus korona SARS-CoV2 (Covid-19) diketahui tersebar di Inggris. Dikutip dari laman Science Focus, virus varian baru ini bernama ‘VUI-202012/01’ karena varian pertama yang diselidiki pada Desember. Public Health England menyatakan hingga 13 Desember, terdapat 1.108 kasus terkait varian baru ini.
WHO sebagaimana dilansir BBC pada Ahad (20/12) menyatakan, Inggris telah berbagi informasi dari penelitian yang sedang berjalan mengenai varian baru virus korona. WHO mengatakan, mereka akan memberikan perkembangan terbaru pada negara anggota dan masyarakat luas.
“Akan kami informasikan setelah mempelajari lebih banyak karakteristik varian virus dan implikasi-implikasinya,” kata WHO dalam cicitannya di Twitter, Ahad (20/12/2020).
Demi menahan penyebaran virus, Pemerintah Inggris telah memberlakukan peraturan pembatasan sosial yang ketat di sebagian besar wilayah selatan negara, termasuk ibu kota London. Hingga saat ini, belum ada bukti Covid-19 yang baru bereaksi berbeda dengan vaksin yang sudah ada.
Setelah Negeri Tiga Singa mengumumkan mereka menemukan varian baru virus korona, Pemerintah Belanda melarang penerbangan pesawat penumpang dari Inggris. Larangan yang mulai berlaku pada Ahad (20/12) ini baru akan berakhir pada 1 Januari.
Pemerintah Belanda menyatakan, mereka akan memantau perkembangan lebih lanjut dan mempertimbangkan langkah serupa untuk moda transportasi lain. “Risiko virus jenis baru ini masuk ke Belanda harus diminimalkan sekecil mungkin,” demikian pernyataan Pemerintah Belanda.
Dalam beberapa hari ke depan, Belanda juga bakal bekerja sama dengan negara Uni Eropa lain. Kerja sama itu mengenai upaya pencegahan masuknya risiko virus baru korona dari Inggris.
Menurut Pemerintah Belanda, mereka pada awal Desember, menemukan sampel kasus yang memiliki varian yang sama dengan varian Covid-19 yang ditemukan di Inggris. Oleh karena itu, Negeri Kincir Angin menegaskan, kebijakan larangan terbang dilakukan untuk mengendalikan penyebaran virus.
Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, telah menggelar rapat kabinet darurat pada Sabtu (19/12). Pertemuan digelar setelah penasihat medis pemerintah mengatakan, jenis baru Covid-19 menyebar dengan cepat.
Chief Medical Officer Inggris, Chris Whitty mengatakan, hal itu disimpulkan berdasarkan data awal dan cepatnya peningkatan angka infeksi Covid-19 di selatan Inggris.
Kendati demikian, Whitty menambahkan, belum ada bukti virus varian baru Covid-19 itu lebih mematikan dan apakah berdampak pada obat atau vaksin yang sudah ada. “Kami memperingatkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan terus menganalisis data yang ada, untuk meningkatkan pemahaman kami,” kata Whitty dalam pernyataannya.
Whitty mengatakan, badan kesehatan Inggris menemukan mutasi ini melalui penelitian terhadap genom. “Saya pikir situasinya akan menjadi lebih buruk. Tapi ada asumsi vaksin yang ada bekerja melawan jenis baru Covid-19 ini,” ujarnya.
London saat ini menjadi wilayah dengan tingkat penularan tertinggi di Inggris. Mulai Sabtu kemarin, sebagian besar daerah-daerah di bagian selatan negara itu memberlakukan tingkat peraturan pembatasan sosial mereka yang paling ketat. London melarang masyarakat bersosialisasi di dalam ruangan. Restoran pun hanya hanya boleh melayani take away.
Pemerintah Inggris berencana melonggarkan pembatasan sosial pada 23-27 Desember, agar masyarakat dapat melakukan perjalanan dan merayakan Natal. Namun, rencana tersebut dikhawatirkan dapat meningkatkan jumlah kasus positif.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengaku belum mengetahui, apakah varian baru Covid-19 juga tersebar di Tanah Air.
“Saya belum tahu, harus tanya dokter peneliti virus,” kata Tim Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19, Suryopratomo, kemarin. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito juga menyatakan, belum mendapatkan informasi mengenai hal tersebut.
Sumber : Republika/Reuters