SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Film animasi lokal berjudul Merah Putih: One for All yang akan tayang pada 14 Agustus 2025 tengah menjadi perbincangan hangat publik. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hardian Irfani, memberikan apresiasi atas hadirnya film tersebut sebagai kontribusi kreatif dalam menanamkan nilai kebangsaan dan persatuan.
Film ini mengisahkan petualangan sekelompok anak dari berbagai suku di Indonesia untuk menemukan kembali bendera pusaka yang hilang. Namun, sejak trailer resmi dirilis, film produksi Perfiki Kreasindo ini menuai kontroversi, terutama soal kualitas visual dan dugaan anggaran produksi yang sangat besar.
“Saya mengapresiasi saja hadirnya film Merah Putih: One for All sebagai bagian dari kontribusi kreatif dalam menanamkan nilai kebangsaan dan persatuan,” ujar Lalu kepada wartawan, Senin (11/8/2025).
Legislator dari Fraksi PKB ini melihat kritik dan masukan masyarakat sebagai proses evaluasi penting. Menurutnya, hal tersebut menjadi dorongan bagi pelaku industri kreatif untuk terus memperbaiki dan meningkatkan kualitas karya mereka di masa mendatang.
“Bagi saya, masukan publik terhadap animasi tersebut adalah bagian dari proses evaluasi yang penting untuk mendorong pelaku industri kreatif agar terus berbenah dan meningkatkan kualitas karyanya,” tegas Lalu.
Ia juga menekankan pentingnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat dalam memajukan ekosistem perfilman Indonesia, khususnya di sektor film animasi yang sedang berkembang.
“Dukungan dari siapapun, termasuk pemerintah dan masyarakat, diperlukan untuk mendukung perfilman Indonesia. Ini penting agar konten kreatif, terutama film animasi lokal, bisa terus maju,” tambahnya.
Sebelumnya, film Merah Putih: One for All dibandingkan warganet dengan film animasi Indonesia lain, Jumbo, yang dianggap memiliki kualitas lebih baik. Selain itu, muncul isu bahwa beberapa aset visual dalam film tersebut dibeli dari platform digital, bukan hasil karya orisinal, yang memicu perdebatan di media sosial.
Produser film telah merespons berbagai kritik, sementara sutradara menyatakan ketidaktahuannya soal angka anggaran fantastis yang beredar di publik.
(Anton)