SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Anggota Tim Pengawas Haji DPR RI, Luluk Nur Hamidah, menilai bahwa Kementerian Agama (Kemenag) saat ini telah memiliki beban yang terlalu banyak. Menurutnya, Kemenag sudah seperti beberapa kementerian yang digabung menjadi satu. Dalam diskusi bertajuk “Pansus Haji Jawab Masalah Haji Selama Ini?” yang diselenggarakan oleh Koordinator Wartawan Parlemen bekerja sama dengan Biro Humas dan Pemberitaan DPR di Ruang PPID Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Luluk mengusulkan agar urusan haji dikelola oleh suatu badan atau kementerian yang mampu membangun ekosistem haji secara keseluruhan.
Luluk mengungkapkan bahwa selama ini Kemenag mengurusi berbagai bidang seperti madrasah, perguruan tinggi, pondok pesantren, kerukunan umat beragama, pernikahan, dan lainnya. Beban ini akan semakin berat dengan tambahan tugas mengurus haji, yang saat ini hanya dikelola oleh satu direktorat jenderal dengan anggaran yang terbatas.
“Tidak ada kepentingan politik dalam pembentukan Pansus Haji. Banyak fraksi besar di DPR yang juga mendukung pembentukan pansus. Ini adalah keputusan politik tercepat yang pernah terjadi di DPR, didukung para pimpinan parpol,” tegas Luluk Nur Hamidah.
Luluk juga menyoroti pentingnya memiliki peta jalan haji yang jelas, agar tidak ada pihak yang bermain dengan kuota haji. Terutama mengingat banyak calon jamaah berusia lanjut yang masih dalam daftar tunggu. Ia mengkritik bahwa tambahan kuota haji yang seharusnya bisa membantu mengurangi waktu tunggu, justru diberikan kepada jamaah haji khusus dengan biaya yang jauh lebih mahal dibanding reguler.
Sementara itu, anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Wisnu Wijaya, menyampaikan tiga masalah utama yang menjadi sorotan DPR terkait evaluasi penyelenggaraan haji 1445H/2024M.
Masalah Pertama: Pelanggaran Pengalihan Kuota Haji Tambahan
Wisnu mengungkapkan adanya indikasi pelanggaran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah terkait pengalihan kuota haji tambahan yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang dan Keppres BPIH 1445H/2024M. Keputusan sepihak Kemenag ini dinilai mencederai kesepakatan yang telah dibuat bersama Komisi VIII DPR dan melukai perasaan jemaah haji reguler yang seharusnya diprioritaskan.
Masalah Kedua: Layanan bagi Jemaah
Masalah kedua yang disoroti adalah terkait layanan bagi jemaah yang mencakup transportasi, pemondokan, penerbangan, serta katering yang dinilai jauh dari standar kelayakan. Wisnu menambahkan bahwa terdapat kasus keracunan makanan akibat katering yang tidak layak, yang berpotensi mempengaruhi kondisi kesehatan jemaah.
Masalah Ketiga: Jemaah Non Visa Resmi
Masalah ketiga adalah kelalaian pemerintah dalam menanggulangi membludaknya jemaah yang tidak menggunakan visa haji resmi. Hal ini menimbulkan banyak masalah dari sisi perlindungan maupun kualitas layanan yang diterima oleh jemaah haji resmi. DPR telah mengingatkan Kemenag untuk bekerja sama dengan Kemenhuk dan HAM serta Kemenlu agar melarang sementara calon jemaah non visa haji untuk berangkat ke Tanah Suci selama musim haji, namun masukan tersebut tidak diindahkan.
Dengan berbagai masalah tersebut, baik Luluk Nur Hamidah maupun Wisnu Wijaya menyatakan bahwa momentum Pansus Angket Haji ini dapat menjadi titik awal untuk mempertimbangkan secara serius usulan “memisahkan” urusan haji dari Kementerian Agama. Mereka mengusulkan pembentukan badan setingkat kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk menangani kompleksitas isu haji secara lebih efektif.
(Anton)