SUARAINDONEWS.COM, Tel Aviv – Remaja perempuan Israel, Shahar Perets, dijebloskan ke penjara tiga kali karena menolak wajib militer.
Di Isarel, semua warga negara berusia 18 tahun, yang memeluk Yahudi, Druze atau yang berlatar belakang Kirkasia -kelompok etnik dari kawasan Kauskasus barat laut — wajib mengikuti wajib militer selama 2,5 tahun untuk laki-laki dan dua tahun untuk perempuan.
Perets menolak mengikuti wajib militer karena alasan ideologis.
“Saya memutuskan untuk menolak masuk (wajib) militer karena tak ingin menjadi bagian dari penindasan terhadap jutaan orang yang hidup di Tepi Barat dan Jalur Gaza,” ungkap Perets.
Dia tidak setuju dengan pendudukan Israel terhadap wilayah-wilayah Palestina dan sikap ini didukung penuh oleh orang tuanya.
Bagi sebagian besar warga Israel, wajib militer dipandang sebagai bagian dari peneguhan identitas nasional.
Bahkan, banyak di antaranya sudah mengikuti latihan ala tentara sebelum mendaftarkan diri ke program wajib militer, seperti yang dilakukan antara lain oleh Ariel Weizmann.
“Saya ingin memberikan yang terbaik untuk militer, saya ingin menjadi tentara terbaik, ingin berjuang demi negara, ingin mempertahankan hak saya untuk hidup di sini (di Israel),” kata Weizmaan.
Dia mengatakan sejak kecil dirinya memang sudah bercita-cita menjadi tentara. “Saya ingin jadi prajurit tempur,” kata Weizmann, remaja berusia 18 tahun yang akan mendaftar wajib militer tahun ini.
Dia mengakui menjalani latihan ala militer bukan hal yang mudah baginya. “Saya bisa saja tinggal di rumah menikmati piza atau keluar bersama kawan-kawan, tapi lihat, saya di sini melakukan (latihan ala militer) ini,” kata Weizmann.
Sementara itu, teryata tak sedikit warga Israel yang menolak wajib militer baik karena alasan medis, keluarga, maupun agama. Namun biasanya, penolakan ini tidak diungkapkan secara terbuka, apalagi karena alasan ideologis seperti yang dilakukan Shahar Perets.
“Sebagian besar warga (Israel) tak berpikir jauh ketika ikut wajib militer, (mereka tak bertanya) mengapa mereka harus ikut program ini,” kata Perets.
Dia mengatakan sikapnya yang menentang wajib militer karena alasan ideologis secara terbuka ini termasuk revolusioner.
Sikapnya yang teguh menolak wajib militer membuatnya dicap sebagai pengkhianat atau warga tak peduli dengan nasib sesama warga Israel.
Perets merayakan ulang tahunnya yang ke-19 di penjara, setelah dihukum penjara 18 hari karena menolak mengikuti wajib militer.
Ayahnya dengan pengeras suara menyanyikan lagu untuk Perets dari luar penjara. Setelah bebas, Perets diwajibkan untuk mendatangi pusat pendaftaran wajib militer.
Dia mendatangi tempat pendaftaran bersama ayahnya. Lagi-lagi, dia menolak masuk program ini, yang membuatnya harus menjalani hukuman penjara selama 30 hari.
Setelah berpelukan dengan sang ayah, Perets mengatakan, “(Dipenjara lagi) untuk ketiga kalinya … sampai jumpa.” Kemudian ia melambaikan tangan, sementara tasnya dibawa masuk ke kompleks penjara oleh seorang tentara.
Tak ada raut sedih atau khawatir di wajah Perets. Dia mewakili satu dari sejumlah warga Israel yang secara sadar tak ingin masuk wajib militer karena alasan ideologis, karena tak ingin menjadi bagian dari aksi penindasan terhadap jutaan rakyat yang hidup di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Pekan lalu, seorang pemuda Yahudi Ortodoks meminta visa menetap di Inggris karena khawatir dia akan dimasukkan di penjara karena menolak wajib militer di Israel. (wwa)
Sumber: Kompas.com