SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Profesor Dr.dr. Nur Rasyd, Sp.U(K) ditetapkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di Aula Gedung IMERI, Kampus UI, Salemba, Jakarta, Sabtu (19/8/2023).
Prof.Dr.dr. Nur Rasyd menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Pengembangan Transplantasi Ginjal sebagai Model Pengembangan Kesehatan untuk menggapai Indonesia Emas Tahun 2045”.
Nur Rasyd menjelaskan, menurut Indonesian Renal Registry (IRR) 2018, saat ini terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan adalah hemodialisis (97%), diikuti dengan peritoneal dialysis (26%), dan transplantasi ginjal (1%).
Seperti diketahui, hemodialisis atau cuci darah yang diambil dari kamus wikipedia, merupakan proses pembersihan darah dari zat-zat sampah, melalui proses penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis menggunakan ginjal buatan berupa mesin dialisis.
Di awal pidato pengukuhannya, Prof. Nur Rasyd, memaparkan, bahwa gagal ginjal adalah suatu kondisi saat ginjal kehilangan fungsi-fungsi seperti menyaring darah, mengeluarkan limbah, dan mengatur keseimbangan elektrolit dan cairan dalam tubuh. Frekuensi penurunan fungsi ginjal meningkat dengan perubahan perilaku dan gaya hidup yang menyebabkan diabetes, hipertensi, batu saluran kemih dan infeksi.
“Berdasarkan data Riset Kesehatan Daerah Tahun 2020, terjadi peningkatan konstan angka penderita penyakit ginjal kronis dari tahun 2018 hingga 2020. Data tersebut menunjukkan bahwa 1.602.059 penduduk Indonesia menderita gagal ginjal dan angka ini diperkirakan akan terus meningkat,” ungkap
Pengeluaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk gagal ginjal terbilang cukup tinggi. Pada periode tahun 2018-2020 mencapai 6,4 trilyun rupiah dan terus meningkat sebesar 6,5 trilyun rupiah untuk pengeluaran satu tahun di tahun 2021.
Biaya pengeluaran untuk gagal ginjal selalu menempati urutan keempat dari total pengeluaran BPJS. Pembiayaan transplantasi ginjal sudah dijamin oleh BPJS kesehatan sejak tahun 2014 karena dengan transplantasi, biaya yang dikeluarkan BPJS untuk pengobatan gagal ginjal tahap akhir jauh lebih ekonomis (biaya 2,5 sampai 3 tahun hemodialisis) setara dengan 1 kali transplantasi dan kualitas hidup yang diperoleh oleh pasien transplantasi jauh lebih baik sehingga pasien dapat beraktivitas normal kembali.
Transplantasi ginjal di Indonesia dimulai sejak 1977, baru meningkat mulai Oktober 2011 sejak dilakukannya pengangkatan ginjal donor dengan Teknik Laparoskopi.
Dalam teknik ini, seorang donor, hanya dirawat selama 3 hingga 4 hari dan sudah dapat beraktivitas kembali setelah satu minggu. Hal ini menyebabkan semakin banyak keluarga dan kerabat penderita gagal ginjal tahap akhir bersedia menjadi donor hidup.
Meskipun transplantasi telah dimulai sejak 1977, namun sampai saat ini baru mencapai 1155 tindakan transplantasi ginjal dan sekitar 80% tindakan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr.Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Sejak diresmikannya, Gedung Kanigara, saat ini RSCM, rata-rata dapat melakukan transplantasi 3 hingga4 kasus per minggu. Hal ini memperpendek daftar tunggu yang sebelumnya 1 tahun menjadi 8 bulan. Masih dibutuhkan 2 kamar operasi khusus untuk transplantasi organ agar memperpendek daftar antrian untuk mengurangi risiko komplikasi selama menunggu giliran transplantasi.
Sejak tahun 2014, RSCM telah melakukan pengampuan terhadap 7 rumah sakit pemerintah di seluruh Indonesia, namun hanya 2 rumah sakit, yaitu RS Prof IGNG Ngoerah di Bali dan RS Djamil di Padang, yang telah mampu mandiri melakukan transplantasi ginjal. Saat ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah memutuskan 17 rumah sakit pemerintah yang ditunjuk untuk mengembangkan transplantasi ginjal.
Nur Rasyd, mengungkapkan, perjalanan transplantasi ginjal di RSCM hanya bisa dicapai, karena setiap unsur yang terlibat baik dokter spesialis dan paramedik (meningkatkan profesionalismenya masing-masing), didukung kebijakan manajemen dalam pelayanan dan keuangan sehingga terjadi sinergi untuk selalu meningkatkan pelayanan transplantasi baik dari sudut kualitas dan jumlahnya.
Hal ini dapat menjadi model pelayanan kesehatan di Indonesia yang membutuhkan kerjasama dari berbagai komponen kesehatan atau yang terkait dengan dunia kesehatan untuk mencapai visi bersama.
“Demikian pula profesi kedokteran yang harus tetap menjunjung etika dan moral, harus dapat berinteraksi dengan baik untuk mencapai visi bersama, Indonesia Emas Tahun 2045,” kata Profesor Nur Rasyd. (Ahmad Djunaedi)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari suaraindonews.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Update SuaraIndoNews.com”, caranya langsung klik link https://t.me/update_sindotcom, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.