SUARAINDONEWS.COM, Jakarta Wakil Ketua DPR Taufik Kurniwan mengatakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Desa harus segera direvisi. Pasalnya, UU Desa yang berlaku saat ini, belum mengatur secara tegas mengenai status perangkat desa sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Selain itu, perlu ada kejelasan dari status dan posisi Ketua RT atau Ketua RW, karena mereka itu merupakan bagian dari perangkat desa. Tentu perangkat desa tidak bisa bekerja maksimal kalau tidak didukung Ketua RT/RW. Ini perlu ada perlindungan status hukum, makanya yang akan datang perlu adanya revisi UU Desa,” kata Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan Taufik Kurniawan saat menerima Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI), di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Politisi Partai Amanat Nasional itu mengaku prihatin dengan kondisi Ketua RT dan Ketua RW. Pasalnya, honor yang diterima keduanya hanya Rp300 ribu setahun. Padahal, jika tanpa adanya mereka, perangkat desa tidak bisa bekerja. Selain itu, selama ini tak ada reward and punishment, padahal pekerjaan mereka sangat dituntut.
“Dulu dalam UU Desa tidak pernah bermimpi akan dialokasikan anggaran sebesar Rp1 miliar per desa, karena ini merupakan hasil perjuangan dari perangkat desa. Namun, dalam pelaksanaan teknisnya, ini membutuhkan penyempurnaan, karena perangkat desa yang berjuang dari awal, hak dan kewajibannya menjadi tertinggal,” katanya.
Menyinggung revisi UU Desa itu, Taufik akan menginisiasi revisi UU Desa, dan akan menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) melalui fraksinya dan pemerintah. Menurutnya, UU Desa perlu penyempurnaan. Karena, dengan anggaran Dana Desa yang mencapai Rp70 triliun setiap tahunnya, namun masih ada ketimpangan. Pelaksanaan teknisnya pun masih diatur dalam Peraturan Menteri (Permen), di luar UU Desa.
“Misalnya, dalam Permen itu harus ada BUMDES dan APBDes. Ini kan memberatkan, bagaimana mungkin disertai dengan syarat-syarat yang begitu ketat, karena Kepala Desa ini bukan adminstratif seperti PNS yang lengkap aparatnya. Harus ada akuntan publik, ini dari mana biayanya, “ ujar Taufik.
“Mereka dapat memberikan pelayanan publik yang maksimal juga sangat bagus, tapi dipaksakan untuk memenuhi syarat-syarat yang tidak ada dalam UU, dan hanya diatur dalam Permen bahwa BUMDES dan APBDES syarat mutlak dari dana desa itu,” kata Wakil rakyat dapil Jawa Tengah itu
Taufik menambahkan, sebelumnya, saat RDPU antara Komisi II DPR RI dengan PPDI terkait hak dan status perangkat desa, menyimpulkan kesepakatan dengan pemerintah mengenai status perangkat desa yang sebelumnya menginginkan agar menjadi PNS, namun ketika pembahasan kesimpulannya menjadi status perangkat desa itu setara dengan PNS golongan IIA.
“Kemudian hak mengenai tunjangan atau apapun, harus dimasukkan dalam APBN 2019. Nanti dalam proses pembahasan anggaran akan diteruskan ke Komisi XI dan Badan Anggaran DPR RI. Ini sebetulnya perjuangan yang lama dan harus kita apresiasi,” ujarnya.(Bams)