SUARAINDONEWS.COM, Jakarta-Perdagangan berkelanjutan (sustainable trade) menjadi isu penting dalam perdagangan global. Pemerintah Indonesia berkomitmen mendukung dan menjalankan perdagangan bekelanjutan ini. Sebagai realisasi komitmen tersebut, Kementrian Perdagangan menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Global Initiative Report melalui program peluncuran ‘Sustainability Reporting for Responsible Business di Indonesia.’
“Indonesia telah menunjukkan komitmen terhadap perdagangan berkelanjutan. Salah satunya untuk produk kayu yang berkelanjutan melalui sistem legalitas kayu (SVLK) yang diakui Eropa. Ke depannya, diharapkan tidak ada lagi kampanye hitam yang ditujukan kepada produk-produk Indonesia, seperti yang telah terjadi pada produk sawit di Eropa,” tegas Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) kementerian Perdagangan Didi Sumedi, Rabu (29/09/2021).
Hadir dalam penandatanganan MoU ini, diantaranya Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Kurt Kunz; Head Swiss Economic Cooperation and Development, Philipp Orga;
GRI Chief Development Officer, Marco van der Ree; GRI Regional Program Manager ASEAN, Lany Harijanti; SIPPO Country Representative Indonesia, Aris Darujo; Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Hariyadi B.Sukamdani; Ketua Asosiasi Business Development Services Indonesia, Cahyadi Joko Sukmono; Ketua UKM Indonesia-LPEM FEB UI, Dewi Meisari Haryanti; Wakil Ketua Umum Bidang Kewirausahaan, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Aldi Haryopratomo; serta para pemangku kepentingan terkait lainnya.
“Kerja sama ini diharapkan dapat membantu UMKM untuk meningkatkan pemahaman terhadap aspek keberlanjutan dalam proses bisnisnya sesuai standar pelaporan internasional GRI. Target dari kerja sama ini yaitu literasi keberlanjutan kepada 10.000 pelaku usaha melalui kolaborasi jejaring GRI,” ujar Didi Sumedi.
Menurut Didi, kerja sama ini juga merupakan komitmen Kementerian Perdagangan dalam mempromosikan ekspor dengan sistem perdagangan yang berkelanjutan (sustainable trade). Perkembangan gagasan perdagangan yang berkelanjutan dipandang sebagai peran penting dalam mencapai Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs).
“Tidak dapat dipungkiri, sustainability merupakan isu global yang akan berdampak pada perdagangan internasional. Misalnya, inisiatif European Green Deal (mengubah 27 negara anggota Uni Eropa dari ekonomi yang tinggi karbon menjadi rendah karbon) atau rencana pajak karbon (pajak yang dikenakan atas pemakaian bahan bakar berbasis karbon),” imbuh Didi.
Pemerintah Indonesia, lanjut Didi, telah berkomitmen untuk menyepakati SDGs. Saat ini, Pemerintah juga sedang membahas dan mengembangkan rancangan undang-undang terkait pajak karbon. Masyarakat di negara maju seperti Eropa dan Amerika telah memberikan perhatian besar terhadap isu keberlanjutan pada setiap produk yang dikonsumsi. Menurut laporan International Trade Centre (ITC) tahun 2019, sebanyak 92 persen bisnis ritel di Eropa memproyeksikan peningkatan penjualan produk berkelanjutan dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
“Hal ini tentunya menjadi tantangan sekaligus hambatan bagi produk-produk Indonesia untuk bisa masuk pasar tersebut. Untuk itu, Indonesia harus mulai menyelaraskan praktik perdagangan, produk, dan layanannya dengan prinsip-prinsip keberlanjutan untuk meningkatkan daya saing serta merebut peluang pasar di dunia,” pungkas Didi. (RB/Akhirudin).