SUARAINDONEWS.COM, Jakarta – Mataram, Ketua Umum Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), Selvi Ananda, menyerukan pentingnya mencegah pernikahan anak usia dini dalam acara Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Anak Usia Dini yang digelar di RSUD NTB, Mataram. Dihadapan ratusan siswa-siswi SMP, ia menekankan bahwa pernikahan di usia dini membawa dampak serius bagi masa depan anak dan bangsa.
“Jangan lagi ada pernikahan anak usia dini karena kita ingin generasi muda Indonesia tumbuh menjadi generasi yang sehat, berpendidikan, dan siap menyongsong Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Dampak Nyata Pernikahan Anak
Menurut Selvi, pernikahan anak tidak hanya berdampak pada kesehatan ibu dan bayi, tetapi juga pada kesiapan mental dan sosial anak. Pernikahan dini meningkatkan risiko:
- Stunting, karena ibu muda belum matang secara fisik dan gizi.
- Kematian ibu, yang 5 kali lebih tinggi pada usia 10–14 dibanding usia 20–24.
- Kemiskinan, karena anak perempuan lebih mungkin putus sekolah dan sulit mandiri secara ekonomi.
- Persoalan hukum, akibat pelanggaran batas usia minimum perkawinan.
“Kemiskinan dan stunting itu semua bisa dicegah dengan tidak menikah di usia dini,” tegas istri Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka ini.
Data BPS: NTB Jadi Daerah dengan Angka Tertinggi
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, pernikahan anak masih tinggi di berbagai daerah. Provinsi dengan angka tertinggi adalah:
Peringkat | Provinsi | Persentase Perempuan Menikah di Bawah 18 Tahun |
---|---|---|
1 | Nusa Tenggara Barat | 17,32% |
2 | Sumatra Selatan | 11,41% |
3 | Kalimantan Barat | 11,29% |
4 | Sulawesi Barat | 11,25% |
5 | Papua | 11,19% |
Meski secara nasional terjadi penurunan, dari 10,35% (2020) menjadi 9,23% (2021) dan terus menuju 6,92% (2023), masih banyak daerah yang membutuhkan perhatian khusus.
Target pemerintah dalam Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) adalah menurunkan angka ini menjadi 8,74% pada 2024, dan 6,94% pada 2030.
Ajak Pelajar Jadi Agen Perubahan
Selvi mendorong pelajar untuk berperan aktif menyampaikan pesan kepada teman sebaya agar tidak terburu-buru menikah. Ia juga menekankan bahwa kampanye pencegahan ini harus lintas sektor dan lintas daerah.
“Kalau ada teman yang masih SMP atau SMA mau menikah, kasih tahu dampaknya. Kita harus bantu cegah,” kata Selvi.
Pernikahan anak usia dini masih menjadi tantangan besar, terutama di wilayah-wilayah seperti NTB, Papua, dan Kalimantan Barat. Dampaknya bukan hanya pada individu, tapi juga terhadap masa depan bangsa. Pencegahan pernikahan dini adalah langkah penting dalam membangun SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045—sebuah bangsa yang sehat, cerdas, dan tangguh.
(Anton)