SUARAINDONEWS.COM, Jakarta — Rupiah kembali menunjukkan performa yang cukup solid sepanjang pekan ini. Di tengah dolar Amerika Serikat (AS) yang tampak kurang bertenaga—ibarat habis lari pagi tapi lupa sarapan—mata uang Garuda terpantau stabil setelah bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), kembali memangkas suku bunga acuannya.
Mengutip data Refinitiv, pada penutupan perdagangan Jumat (12/12/2025) rupiah tercatat menguat 0,18% ke level Rp16.635 per dolar AS. Sepanjang pekan, pergerakan rupiah terbilang relatif tenang, tanpa gejolak berarti, dan jauh dari kata bikin panik pelaku pasar.
Jika dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya, performa rupiah masih terbilang cukup baik. Beberapa mata uang regional justru terlihat kesulitan menghadapi dolar AS. Rupee India menjadi yang paling tertekan dengan pelemahan 0,7% sepanjang pekan ini. Sementara itu, peso Filipina, yen Jepang, dan won Korea Selatan juga belum mampu bangkit melawan dominasi dolar.
Di sisi lain, ada pula mata uang yang berhasil mencuri perhatian. Baht Thailand tampil sebagai yang terkuat dengan penguatan 0,88%, disusul dolar Singapura yang naik 0,35%.
Kondisi ini tidak lepas dari performa dolar AS yang memang kurang menggembirakan. Indeks dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia, tercatat melemah 0,6% sepanjang pekan ini, meski pada perdagangan Jumat sempat naik tipis 0,05%.
Pelemahan dolar terjadi setelah The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada Rabu (10/12/2025) waktu setempat, atau Kamis dini hari WIB. Langkah ini sejatinya sudah lama diproyeksikan pasar, sehingga tidak menimbulkan kejutan besar. Namun, dampaknya tetap terasa pada menurunnya minat investor terhadap aset berdenominasi dolar AS, sekaligus membuka ruang apresiasi bagi mata uang negara berkembang.
Tekanan terhadap dolar semakin kuat setelah perkembangan di pasar obligasi AS. Imbal hasil (yield) US Treasury tercatat turun menyusul pengumuman The Fed yang akan membeli surat utang pemerintah jangka pendek (Treasury bills) mulai 12 Desember 2025 untuk menjaga stabilitas likuiditas. Pada tahap awal, pembelian yang direncanakan mencapai sekitar US$40 miliar.
Selain itu, The Fed juga mengalihkan sekitar US$15 miliar dari aset mortgage-backed securities (MBS) yang jatuh tempo untuk kembali diinvestasikan ke Treasury bills. Dengan demikian, total injeksi likuiditas yang digelontorkan bulan ini mencapai sekitar US$55 miliar. Tambahan likuiditas tersebut mendorong minat terhadap aset berisiko dan sekaligus menekan daya tarik dolar AS sebagai aset safe haven.
Kombinasi antara tren pelemahan dolar, sentimen risiko global yang membaik, serta sikap wait and see pelaku pasar terhadap kebijakan lanjutan The Fed membentuk pola pergerakan mata uang Asia sepanjang pekan ini. Sebagian mata uang mampu memanfaatkan momentum untuk menguat, sementara sebagian lainnya masih memilih bergerak defensif di tengah volatilitas global.
Di tengah dinamika tersebut, rupiah memilih jalur aman. Tidak melesat paling kencang, tapi juga tidak terperosok paling dalam. Dan di pasar keuangan, kadang bertahan stabil justru sudah jadi prestasi tersendiri.
(Anton)




















































